MELEPAS BELENGGU DENGAN TAQWA (IDUL FITRI 1434 H)

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1434 H MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN

Belajar dari Kisah Nasruddin Hoja dan Keledai Pemberian Timur Lenk

“Pendekatan ala Nasruddin Hoja kali ini memang benar-benar menjadi inspirasi bagi kita semua"

THE POWER OF HIJRAH

Dengan semangat, dan nilai-nilai serta hikmah hijrah kita harus berpindah dari seperti bui menjadi gelombang dan cinta dunia menjadi Cinta Akherat, takut mati menjadi rindu kematian akan Jihad. Sehingga Persatuan Muslim dan kemardekaan Palestina dapat terwujud (jml)

SEANDAINYA IRAN DI GEMPUR

"Semoga saja perang tidak terjadi sebuah harga yang sangat mahal hanya untuk menjawab posisi dan konspirasi"

ISRAEL : PERGULATAN ANTARA ASIMILASI DAN MEMBANGUN SEBUAH NEGARA

"Hingga sekarang memasuki tanggal 14 Mei 2012, 64 tahun kemardekaan Israel dan 64 tahun pula bangsa Palestina terombang ambing dalam pusaaran kebiadaban dan ketidak pastian"

Jumat, 02 Mei 2014

Cahaya dari dalam Mesjid Antara Syariah dan Tasawuf




Ilustrasi sebuah Halaqah
Oleh: M. Jamil
Malam Rabu ba’da sholat Isya, Mesjid kami ‘’Nurul Muslimin” yang  terletak di Jalan Adi Sucipto Km. 15 Desa Limbung Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya selalu ramai di penuhi para Jamaah. Mereka  duduk dengan tenang sambil bersila membentuk  formasi melingkar (sesuai dengan arti kata Halaqah  dalam bahasa arab) dan mendengarkan kata demi kata kajian ilmu tauhid dari seorang  Ustad. Sebelumnya setelah sholat Maghrib berjamaah dan berdzikir, sang ustad beserta jamaah tertentu meninggalkan mesjid kerumah seorang jamaah untuk memberikan pelajaran tentang ilmu Tasawuf. Siapakah Jamaah tertentu ini? mereka adalah para jamaah yang mengikuti pelajaran ilmu tasawuf dari awal materi pelajaran terdahulu. Ustad biasanya dengan ramah mempersilahkan keluar bagi jamaah yang ketahuan tidak memenuhi syarat tersebut. Walau terkesan eksklusif, ‘’takut salah paham karena tidak mengikuti dari awal” alasan sang Ustad, merupakan sebuah hal yang tentunya dapat di terima. Berbeda dengan pembahasan ilmu fiqh pada hari selasa ba’da Ashar bagi ibu-ibu majelis ta’lim dan ba’da isya untuk pembahasan ilmu Tauhid yang bersifat terbuka bagi siapapun.
 Siapakah sang Ustad? Ia adalah Al Ustad Awwab AT Tamimi seorang keturunan Arab berasal dari kota Pontianak, namanya tidak lah setenar Ustad-Ustad di kancah Kalimantan Barat apalagi sekala nasional namun ceramah-ceramahnya cukup memukau, memberikan pencerahan bagi para jamaah. seperti biasa sebelum membuka tausiyah, lantunan salawat yang sangat indah ia ucapkan dan di ikuti bersama-sama para jamaah terkadang benar-benar ‘menghipnotis’, menumbuhkan kerinduan dan kecintaan kepada Rasulullah, Muhammad SAW. Setelah selesai bershalawat sang ustad membacakan do’a salah satunya ucapan para malaikat yang di abadikan dalam surah Al Baqarah ayat 32  ‘’Subhanaka La Il Ma Lana Illa Ma Alam Thana Innaka Antal Alimul Hakim” ‘’Maha Suci Engkau tidak ada pengetahuan bagi kami  selain apa yang engkau ajarkan kepada kami sesungguhnya Engkau Maha  Mengetahui lagi Bijaksana’.  
Setelah melakukan Shalawat dan Do’a barulah sang ustadz menyuruh salah satu jamaah untuk membacakan sebuah kalimat dari sebuah buku kecil yang di susun sang Ustad, barulah kemudian ia menjabarkan perihal pengertian kalimat tersebut. Mirip dengan pengajian Kitab Al Hikam Karya Ibnu Ata’ilah yang membahas sebuah kalimat atau ungkapan dengan penjabaran yang di dukung oleh Al Qur’an, Hadist, Sunah  pendapat  Sahabat, maupun para ulama. Hal ini tentunya sudah menjadi sebuah kebiasan yang sangat lumrah  dalam dunia dakwah apapun bahasan nya baik bidang fiqih, Tauhid, Tasawuf.
Ustad Awab AT Tamimi sosok yang sangat menarik, ia memadukan unsur-unsur yang di anggap bagi golongan tertentu saling bertentangan yaitu  Syariah dan Tasawuf. Syariah merupakan sebuah kumpulan hukum-hukum Islam yang bersumber dari Al Qur’an, Hadist dan pendapat Ulama. Sedangkan Tasawuf menurut Hasan Al Basri (wafat 110 H) sebuah upaya untuk menekankan kembali nilai-nilai spiritual dalam Islam. Bagaimana cara menekankan kembali nilai-nilai spiritual dalam Islam sehingga mencapai puncak tertinggi persinggahan Spritual (maqamat)?  Hasan Al Basri menempuh Jalur Al Bakkaun atau yang sering menangis, tak lain dari sebuah manifestasi dari rasa takut akan siksa neraka. Tentunya hal ini berdasarkan sebuah hadist yang berbunyi
Dari Anas, Rasulullah berkhutbah, tidak pernah saya mendengar suatu khutbah pun yang semacam itu, Beliau bersabda: "Andaikata kalian mengetahui apa yang saya ketahui, niscaya kalian semua akan sedikit tertawa dan banyak menangis." Anas berkata: "Maka para sahabat mereka menutupi mukanya sambil menangis terisak-isak" (Muttafaqun 'alaih)
 Berbeda dengan Hasan Al Basri, Rabiah Al Adawiyah (wafat 185 H) menempuh jalur cinta dalam menjalin hubungan dengan Allah. Terdapat sebuah hadist yang sangat populer di kalangan kaum sufi terkait konsep cinta yang berbunyi
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, sesungguhnya Allah subhanahu wata'ala berfirman : "Barangsiapa yang memusuhi kekasihKu, maka sungguh Aku telah mengumumkan perang terhadapnya, dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada kewajiban yang Aku wajibkan, dan hambaKu senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan perbuatan sunnah hingga Aku mencintainya, maka jika Aku mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia mendengar dengannya, dan penglihatannya yang ia melihat dengannya, dan tangannya yang ia memukul dengannya, dan kakinya yang ia berjalan dengannya, dan apabila ia meminta kepadaKu pasti Aku memberinya, dan jika ia meminta perlindungan kepadaKu pasti Aku melindunginya, Aku belum pernah ragu dari melakukan sesuatu, seperti keraguanKu terhadap jiwa seorang mukmin yang tidak suka mati dan Aku pun tidak suka menyakitinya". (HR. Bukhari)
Sayang pasca peristiwa di hukum matinya seorang sufi Husein Ibnu Mansur Al Hallaj (wafat 304) dengan konsep cinta ala Rabiah Al Adawiyah karena konsep kebersatuan dengan Allah, Tasawuf mengalami masa suram. Al Ghazali tercatat sebagai pahlawan melalui kerja keras, charisma dan karyanya Ihya Ulum al –Din menjadikan tasawuf keluar dari masa suramnya. Alwi Shihab (Shihab, 2004:215) menulis berkat Al Ghazali pula Tasawuf memiliki landasan kokoh yakni Al Qur’an dan Sunah, beroreintasi moderat sesuai dengan paham teologi Ahlissunah dan di sejajarkan dengan disiplin Ilmu Kalam (teologi) dan hukum (fiqh). Fazlur Rahman mengemukakan jika Al Ghazali gagal dalam upaya konseptualnya untuk merekonsiliasikandan mengharmonisasikan Tasawuf dan Syariah maka Tasawuf akan menjadi “agama” Sendiri.
 Capaian besar yang telah dilakukan Al Ghazali hingga kini tetap saja mengundang pandangan yang keliru terhadap Tasawuf. Inilah yang di alami Al Ustad Awwab AT Tamimi ketika mengajarkan konsep tasawuf melalui tarakat naqsyabandiah. Protes hingga ajakan debat  dari kalangan ulama sekitar yang mengedepankan cara pandang Syariah merupakan sebuah konsekuensi dari sebuah perbedaan cara pandang. Perdebatan ini bukan hal yang baru, perdebatan ini tak lain merupakan sebuah pengulangan sejarah, salah satunya di pelopori oleh ibn Taymiyah (wafat 728 H). Ibn Taymiyah mengecam keras para sufi (penganut tasawuf) karena di anggap menyimpang dari ajaran agama. Tak tanggung-tanggung buku yang ia terbitkan untuk menyerang kalangan sufi di beri judul Talbis Iblis (tipu Muslihat Iblis). Ajaran-ajaran Ibn Taymiyah  mempunyai pengaruh kuat terhadap Abdul Wahab salah satu pendiri dari ajaran Wahabisme di Arab Saudi. Hingga kini gerakan tarekat dan kitab-kitab tasawuf termasuk karya Al Ghazali dilarang keras memasuki kota Mekah dan Madinah. Namun larangan tersebut tidak berlaku bagi Syekh Syadzili yang mengajarkan ajaran tasawuf melalui tarekat Syadziliyah di wilayah Mekah. Azyumardi Azra menceritakan (Azra, 2000: 49) bagaimana halaqah Syekh Syadzili selalu di penuhi oleh para jamaah. melihat fenomena tersebut, Azyumardi Azra berkesimpulan ‘’doktrin Wahabiyah yang kering dan bersahaja apalagi di tengah gurun yang kerontang ternyata gagal memenuhi tuntutan  batin banyak muslim. Syariah dan Tasawuf merupakan dua sisi yang tidak dapat di pisahkan dan  bersumber sama-sama dari Al Qur’an dan Hadist, Alwi Shihab mengungkapkan memperdebatkannya merupakan kekeliruan dan kebodohan yang nyata.
Jika Syekh Syadzili menjalankan misi apa yang di ungkapkan Azyumardi Azra sebagai memenuhi tuntutan bathin banyak muslim, begitu pula bagi sang ustad ia memenuhi tuntutan bathin penduduk sekitar, menjadi rujukan dan pencerah dengan ajarannya. Terkadang penulis menggoda dengan melontarkan pertanyaan sang ustad  untuk mengkotakan salah satu sisi (fikih) keagamaan dengan menyadur kisah Imam Syafii yang menyatakan posisi sang penanya tentang ilmu kalam berada pada taaran yaitu tempat di tenggelamkannya Firaun. Ustad Awab AT Tamimi menjawab dengan subjetivitas Imam Syafei sebagai ulama fiqih dengan tidak mengkritik pandangan imam syafei terhadap ilmu kalam.
Hampir 5 (lima) tahun (karena tugas dan pekerjaan) tidak pernah mengikuti halaqah, muncul sebuah kerinduan, penghilang dahaga dengan setetes keilmuan. Teringat dahulu penulis sering bertandang kerumah sang Ustad bersilahturahmi dan mencari  informasi  dalam khazanah keilmuan keIslaman.  ‘’bertobat, dan lakukan sholat malam minta kepada Allah SWT membuka kan pintu ilmu”  dan fase awal yang ia lalui dan sebuah anjuran kepada penulis dengan menambahkan sebuah kalimat indah dari Imam Syafei yang di sadur dari gurunya Imam Waki bin Jarrah  ilmu itu adalah cahaya. Dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang-orang yang suka berbuat maksiat. Subhanallah