Oleh ; M. Jamil
kisah seorang tokoh kenamaan,
filsuf, sufi asal Turki, Nasruddin Hoja
yang hidup pada masa abad ke tiga belas, menyampaikan sebuah pesan,
kebijaksanaan dengan pendekatan yang sedikit berbeda, humoris, berani maupun
dengan pendekatan logika lawan itu sendiri. Nasruddin Hoja mungkin mirip dengan
Socrates yang terkadang aneh dalam mendemonstrasi filsafatnya. Nah kisah
Nasruddin Hoja dan keledai pemberian Timur lenk memberikan kita wawasan,
kebijaksanaan;
AL KISAH pada suat hari, Timur Lenk (penguasa
Mongol yang menguasai wilayah timur tengah pada waktu itu) menghadiahi Nasrudin
seekor keledai. Nasrudin menerimanya dengan senang hati namun Timur Lenk
menyuruhnya untuk mengajari keledai tersebut agar dapat membaca hanya dalam
tempo dua minggu.
Nasrudin
berlalu tanpa menyela apalagi beradu argument, dan dalam dua minggu kemudian ia
kembali ke istana menemui Timur Lenk. Tak sabar menunggu dan tanpa banyak
bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar. Nasrudin dengan santai menggiring
keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya. walhasil Si keledai menatap buku tersebut, dan tak lama mulai membalik
halamannya dengan lidahnya secara terus menerus, dibaliknya setiap halaman
sampai ke halaman akhir. Setelah itu si keledai menatap Nasrudin. Nasrudin
dengan santai berkata lihatlah "Keledaiku sudah bisa membaca."
Rasa ingin tahu Timur Lenk mulai menggoda
dengan bertanya, "Bagaimana caramu mengajari dia membaca ?. Nasrudin bercerita,
"Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan
aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar
membalik-balik halam untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih
betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar. "Tapi," tukas Timur
Lenk tidak puas, "Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya?"
Nasrudin menjawab, "Memang demikianlah cara keledai membaca: hanya
membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku
tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai, bukan?"
Hal yang menarik dari kisah ini Nasruddin
Hoja justru tidak melakukan perdebatan walaupun ia memiliki potensi untuk
berargumen untuk mementahkan permintaan Timur Lenk dalam tempo
sesingkat-singkatnya. Hal sebaliknya justru Nasruddin Hoja menggunakan
pendekatan maupun logika berfikir Timur lenk untuk mengalahkan pendekatan
maupun logika berfikir Timur lenk. Nasruddin Hoja persis seorang pendekar pilih
tanding yang menghadapi dan mengalahkan lawan-lawannya dengan jurus yang sama.
Bukankah hal ini lebih menakjubkan dari pada menghadapinya dengan jurus lain
terlebih lagi telah diketahui memiliki kemampuan yang lebih handal?
Seorang ulama besar, Imam
syafei (767-819 M) pernah berwasiat Dikutip dari buku “Diwan As-Syafi’i”
karya Yusuf Asy-Syekh Muhammad Al-Baqa’I :
“Aku mampu berhujah dengan 10 orang yang berilmu, tetapi aku pasti
kalah dengan seorang yang jahil, karena orang yang jahil itu tidak pernah faham
landasan ilmu. Apabila orang bodoh mengajak berdiskusi dengan anda, maka sikap
yang terbaik adalah diam, tidak menanggapi. Apabila anda melayani, maka anda
akan susah sendiri. Dan bila anda berteman dengannya, maka ia akan selalu
menyakiti hati. Sikap diam terhadap orang yang bodoh adalah suatu kemuliaan.
Begitu pula diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu kebaikan. Apakah anda
tidak melihat bahwa seekor singa itu ditakuti lantaran ia pendiam? Sedangkan
seekor anjing dibuat permainan karena ia suka menggonggong?
Wasiat dari Imam syafei benar
adanya tak kala Nasruddin Hoja dengan langsung menentang dan melakukan
perdebatan, hasilnya justru apayang dikatakan oleh Imam Syafe’I “akan susah
sendiri” bukankah hal ini justru menjebak ia sendiri dalam perangkap dan
permainan Timur Lenk?. Nasruddin Hoja menggunakankan pendekatan yang sangat
unik dengan tetap menjadikan surah surah al A’raf ayat 199 yang yang berbunyi “Jadilah engkau Pemaaf dan suruhlah orang
mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang yang Bodoh”, sebagai
pedoman
Sayyid Qutb dalam tafsir Fi Zhilalil Qur`an Jilid 5 menjelaskan
makna dari ‘’berpaling dari orang bodoh” yaitu dengan meningggalkannya,
mengabaikannya, tidak menghiraukan perbuatan-perbuatannya dan ucapannya serta
tidak melayani mereka dengan perdebatan yang hanya akan membawa kepada
ketegangan, membuang-buang waktu dan tenaga.
Pendekatan ala Nasruddin Hoja kali ini memang benar-benar menjadi
inspirasi bagi kita semua.