MELEPAS BELENGGU DENGAN TAQWA (IDUL FITRI 1434 H)

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1434 H MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN

Belajar dari Kisah Nasruddin Hoja dan Keledai Pemberian Timur Lenk

“Pendekatan ala Nasruddin Hoja kali ini memang benar-benar menjadi inspirasi bagi kita semua"

THE POWER OF HIJRAH

Dengan semangat, dan nilai-nilai serta hikmah hijrah kita harus berpindah dari seperti bui menjadi gelombang dan cinta dunia menjadi Cinta Akherat, takut mati menjadi rindu kematian akan Jihad. Sehingga Persatuan Muslim dan kemardekaan Palestina dapat terwujud (jml)

SEANDAINYA IRAN DI GEMPUR

"Semoga saja perang tidak terjadi sebuah harga yang sangat mahal hanya untuk menjawab posisi dan konspirasi"

ISRAEL : PERGULATAN ANTARA ASIMILASI DAN MEMBANGUN SEBUAH NEGARA

"Hingga sekarang memasuki tanggal 14 Mei 2012, 64 tahun kemardekaan Israel dan 64 tahun pula bangsa Palestina terombang ambing dalam pusaaran kebiadaban dan ketidak pastian"

Jumat, 31 Mei 2013

BELAJAR DARI HIKMAH KISAH NASRUDDIN HOJA DAN KELEDAI PEMBERIAN TIMUR LENK



                                                            

                                                                Oleh ; M. Jamil

kisah  seorang tokoh kenamaan, filsuf, sufi  asal Turki, Nasruddin Hoja yang hidup pada masa abad ke tiga belas, menyampaikan sebuah pesan, kebijaksanaan dengan pendekatan yang sedikit berbeda, humoris, berani maupun dengan pendekatan logika lawan itu sendiri. Nasruddin Hoja mungkin mirip dengan Socrates yang terkadang aneh dalam mendemonstrasi filsafatnya. Nah kisah Nasruddin Hoja dan keledai pemberian Timur lenk memberikan kita wawasan, kebijaksanaan; 
 AL KISAH pada suat hari, Timur Lenk (penguasa Mongol yang menguasai wilayah timur tengah pada waktu itu) menghadiahi Nasrudin seekor keledai. Nasrudin menerimanya dengan senang hati namun Timur Lenk menyuruhnya untuk mengajari keledai tersebut agar dapat membaca hanya dalam tempo dua minggu.
Nasrudin berlalu tanpa menyela apalagi beradu argument, dan dalam dua minggu kemudian ia kembali ke istana menemui Timur Lenk. Tak sabar menunggu dan tanpa banyak bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar. Nasrudin dengan santai menggiring keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya. walhasil Si keledai  menatap buku tersebut, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya secara terus menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir. Setelah itu si keledai menatap Nasrudin. Nasrudin dengan santai berkata lihatlah "Keledaiku sudah bisa membaca."
Rasa ingin tahu Timur Lenk mulai menggoda dengan bertanya, "Bagaimana caramu mengajari dia membaca ?. Nasrudin bercerita, "Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halam untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar. "Tapi," tukas Timur Lenk tidak puas, "Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya?"
Nasrudin menjawab, "Memang demikianlah cara keledai membaca: hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai, bukan?"
Hal yang menarik dari kisah ini Nasruddin Hoja justru tidak melakukan perdebatan walaupun ia memiliki potensi untuk berargumen untuk mementahkan permintaan Timur Lenk dalam tempo sesingkat-singkatnya. Hal sebaliknya justru Nasruddin Hoja menggunakan pendekatan maupun logika berfikir Timur lenk untuk mengalahkan pendekatan maupun logika berfikir Timur lenk. Nasruddin Hoja persis seorang pendekar pilih tanding yang menghadapi dan mengalahkan lawan-lawannya dengan jurus yang sama. Bukankah hal ini lebih menakjubkan dari pada menghadapinya dengan jurus lain terlebih lagi telah diketahui memiliki kemampuan yang lebih handal?
Seorang ulama besar, Imam syafei (767-819 M) pernah berwasiat Dikutip dari buku “Diwan As-Syafi’i” karya Yusuf Asy-Syekh Muhammad Al-Baqa’I :
“Aku mampu berhujah dengan 10 orang yang berilmu, tetapi aku pasti kalah dengan seorang yang jahil, karena orang yang jahil itu tidak pernah faham landasan ilmu. Apabila orang bodoh mengajak berdiskusi dengan anda, maka sikap yang terbaik adalah diam, tidak menanggapi. Apabila anda melayani, maka anda akan susah sendiri. Dan bila anda berteman dengannya, maka ia akan selalu menyakiti hati. Sikap diam terhadap orang yang bodoh adalah suatu kemuliaan. Begitu pula diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu kebaikan. Apakah anda tidak melihat bahwa seekor singa itu ditakuti lantaran ia pendiam? Sedangkan seekor anjing dibuat permainan karena ia suka menggonggong?

Wasiat dari Imam syafei benar adanya tak kala Nasruddin Hoja dengan langsung menentang dan melakukan perdebatan, hasilnya justru apayang dikatakan oleh Imam Syafe’I “akan susah sendiri” bukankah hal ini justru menjebak ia sendiri dalam perangkap dan permainan Timur Lenk?. Nasruddin Hoja menggunakankan pendekatan yang sangat unik dengan tetap menjadikan surah surah al A’raf  ayat 199 yang yang berbunyi “Jadilah engkau Pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang yang Bodoh”, sebagai pedoman
Sayyid Qutb dalam tafsir Fi Zhilalil Qur`an Jilid 5 menjelaskan makna dari ‘’berpaling dari orang bodoh” yaitu dengan meningggalkannya, mengabaikannya, tidak menghiraukan perbuatan-perbuatannya dan ucapannya serta tidak melayani mereka dengan perdebatan yang hanya akan membawa kepada ketegangan, membuang-buang waktu dan tenaga.
Pendekatan ala Nasruddin Hoja kali ini memang benar-benar menjadi inspirasi bagi kita semua.