Senin, 06 Februari 2012

Berfikir Dari Ruang Kecil.



Oleh: M. Jamil
Metode yang baik bukanlah menggurui namun Diskusi (Socrates)

‘’Siapa yang usik tidurku siang ini?” ujar sang gadis salah satu penghuni kost itu, dengan lemah gemulai ia angkat badan mungilnya beranjak dari tempat tidur  dari dalam kamar yang berukuran 3x3 meter. Ia mendengar suara orang berbincang-bincang dari ruangan TV. Suara itu terkadang serius berdebat dan terkadang tertawa keras. Setelah lama berfikir, sang gadis menarik kesimpulan bahwa terdapat tiga orang laki-laki di ruangan tengah, ruangan tempat mononton televisi.
Kosentrasi sang gadis meningkat  tak kala salah seorang berkomentar  “saya sangat mendukung pendapat pak Prof. Satjipto Rahardjo yang berpendapat perlunya mengangkat orang-orang baik’’. Lebih lanjut  seorang itu berkata: ‘’Lebih baik memberikan undang-undang yang jelek kepada orang-orang baik ketimbang memberikan undang baik kepada orang jahat”. Sang gadis itu pun berkata “itulah kenyataannya sekarang bukan orang baik yang direkrut tapi yang punya uang alias nyogok maka nya it’s Bullshiiit!”Bagi orang-orang seperti itu bicara supremasi hukum yang ada hanya supremasi balikan modal atau memperkaya diri sendiri dengan materi dan kedudukan”.  “Ah.., kalo ndk cara curi uang rakyat, meras atau jajah bangsa sendiri ujar geram sang gadis!”. Entah sadar atau tidak Sang gadis telah mulai masuk dalam perdebatan dan diskusi ringan ketiga orang tersebut. Sebaliknya ketiga orang tersebut tidak menyadari keberadaan dan pemikiran sang gadis yang ikut serta dalam diskusi tersebut.
Terlintas dibenak sang gadis dengan salah seorang tokoh filsuf idolanya Anthistenes (400 SM) salah seorang murid socrates yang menyatakan bahwa kebahagiaan sejati tidak terdapat dalam kelebihan lahiriah seperti kemewahan materi, kekuasaan politik, atau kesehatan yang baik. Kebahagian sejati terletak pada ketidaktergantungan pada segala sesuatu yang acak dan mengambang.  Sambil menganguk-nganguk ia beranggapan sesuatu yang mengambang adalah uang dan kedudukan.
 Selanjutnya salah seorang lagi  berkata ‘’gila bro”!, aku baca Koran kemarin yang memuat pernyataan salah satu anggota DPR partai besar, menyatakan bahwa untuk menjadi seorang anggota DPR ia menghabiskan uang hingga 1,5 milyar! ”. ‘’ya begitulah kawan!’’saya menyakini biaya tersebut melebihi apa yang disampaikan angota DPR tersebut”,  tutur teman yang lain.
Sang gadis pun bertutur:” Biaya politik di Indonesia sangat tinggi  tidak seperti di Inggris, dengan biaya politik yang tidak setinggi di Indonesia”. “ Di Inggris mengratiskan tayangan - seperti iklan sabun- apabila sang calon legislatif ingin menyampaikan program kerja dan hal-hal lain baik menyangkut tentang visi, misi kedepan”. Lebih lanjut ia berkata: “aspek lain yang cukup mendukung adalah tingkat pemilih cerdas di inggris juga sangat  tinggi tidak seperti di Indonesia suara pemilih dapat di bayar dengan 2 kilo beras atau 2 kilo gula”. “ Walhasil mentalitas anggota dewan yang terpilih adalah mentalitas para pembeli suara yang haus uang akan mengembalikan kembali uang yang telah di gelontorkan untuk membeli suara, kasus Wisma Atlet, Penganggaran ‘’tak masuk akal bahkan gila” renovasi gedung DPR RI dan banyak kasus korupsi menjijikan lainya” lanjut sang Gadis gerammmm!
Orang yang terakhir bercerita tentang kisah Petani dan Para Politikus. ‘’sebuah bis  berisi  rombongan politikus yang baru saja mengadakan kampanye keluar dari jalan serta menabrak sebuah pohon besar milik petani tua. Setelah menyelidiki apa yang telah terjadi, petani tua itu menggali lubang besar dan mengubur semua politikus itu. Beberapa hari kemudian seorang aparat keamanan local lewat dan bertanya kepada petani tua tersebut,’’apakah mereka semuanya mati?”. Petani itu pun menjawab ‘’beberapa dari mereka berkata mereka belum mati”, ‘’tapi anda kan tahu berapa sering mereka-para politikus – berbohong.
Ruangan itu mendadak ‘’pecah” dengan gelak tawa termasuk sang gadis tersipu-tersipu tertawa hingga pipinya merah kemerahan. “Politikus memang banyak berbohong”! sudah jelas di tetapkan tersangka dan didukung beberapa pengakuan saksi di pengadilan masih saja bisa bilang ‘’ini skenario besar menjatuhkan saya’’, ujar sang gadis.
Diskusi hening sejenak tak kala seorang terakhir kembali melakukan aksinya dengan mengeluarkan sejumlah kartu, ia menunjukan kebolehannya yang membuat mereka berdua terpukau. Tak selang berapa lama ia kembali bercerita “pada suatu hari seorang tiba dari bandara, ia sangat terkejut melihat begitu banyak jam dinding terpasang di dinding bandara,  yang aneh nya tiap-tiap jam bertuliskan Negara dan dengan kecepatan putaran jam yang berbeda-beda. Untuk memenuhi kebutuhan hasratnya ia melangkah perlahan menemui petugas bandara dan bertanya tentang keanehan tersebut. Petugas bandara menjawab dengan tegas , bahwa jam-jam tersebut bukan berfungsi untuk menentukan waktu tapi untuk menentukan tingkat korupsi yang terjadi di setiap Negara. Semakin cepat putaran jam tersebut berarti semakin tinggi tingkat korupsi nya begitu pula sebaliknya jika puturannya lamban maka tingkat korupsi dinegara tersebut rendah ,ujarnya!.
 Dengan penuh percaya diri ia mencari jam dinding yang terpasang bertuliskan Negara tercintanya “Indonesia Raya” namun ia tak menemukan jam dinding tersebut, dengan bangga ia bertanya “Lo, pak yang bertuliskan Indonesia Mana…?” ‘’oh kalo yang itu kami taruh di dapur pak!  karena kecepatannya persis seperti kipas angin!
”‘’Tampaknya hasrat ku ingin mengajak duduk bersama dengan mereka untuk berdiskusi!” ah sebaiknya jangan, bisa jadi kehadiran ku menghilangkan diskusi tersebut. Sebaiknya aku mendengarkan dan mencernanya dengan ‘fikiran ku” ujar sang Gadis”.
Salah satu dari mereka berkata “habislah Negara kita kalau begini terus-terusan korupsi udah menjadi tren yang tiada habis, hal ini diperparah dengan beban pemerintah pusat untuk mengeluarkan dana untuk pilkada di 500 kabupaten dan kota serta 33 provinsi, bayangkan saja rata-rata satu kabupaten kota mendapatkan dana untuk Pilkada sekitar 10 – 15 milyar. Sedangkan Pilkada 2005 untuk daerah sekaliber kota Surabaya menghabiskan anggaran sebesar Rp.30 M. Belum di tingkat Provinsi jumlahnya cukup sangat besar, daerah terpencil seperti NTB membutuhkan dana Pilkada sekitar Rp. 80 M.untuk provinsi yang besar bias mencapai ratusan milyar Rupiah tegas salah seorang tersebut dengan mengutip Penelitian Prof Kacung Maridjan, Guru besar ilmu Politik Airlangga padatahun 2007.
 Lanjutnya “nanti seorang kakek akan bercerita kepada sang cucu. “cu,  dulu ada Negara yang bernama Indonesia disitulah dulu kakek menjadi warga Negara yang baik. Sang gadis sontak berdiri sambil membuka pintu dengan keras menghampiri ketiga orang tersebut diruang TV. Sambil berdiri dihadapan mereka ia berkata dengan keras, “ tak kan kubiarkan negara yang telah diproklamirkan oleh soekarno- hatta dan yang telah diberi nama oleh Jean Windsor Earl ini runtuh walaupun akan ku korbankan seluruh jiwa dan raga ku!”, setelah berkata sang gadis kembali kamarnya dan memendam amarah. Barulah sang gadis tersebut mengetahui bahwa ketiga orang tersebut samasekali tidak dikenalinya. Mungkin ketiga orang tersbut calon penghuni baru kost ini, ujar nya dalam hati. Sebaliknya ketiga orang tersebut terdiam seribu bahasa sambil menatap wajah masing-masing.
Sang Gadis selang beberapa menit pasca incident tersebut melangkah cepat kembali ke kamar kecilnya ia pun mengutip sebuah ungkapan Plato untuk para anak bangsa negri ini untuk Indonesia yang lebih baik, Indonesia hidup dengan tenang ditengah angkara murka para koruptor, dan untuk bebas dari cerita sang kakek kepada cucunya;


‘’Plato di Tanya ,”Bagaimana caranya agar seseorang biasa hidup dengan tenang?”. Dia menjawab ,” Jika orang itu tidak melakukan kejahatan dan tidak bersedih akan sesuatu yang di alaminya,maka dia tentu akan merasa tenang”.

2 komentar:

  1. cerita "Petani dan Para Politikus" tetep bikin ane ngakak gan. btw, tulisan ente memberikan ane inspirasi gan. sip lah

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahhaha iy gan boleh nanti kite tiru petani tua tu..kite saling menginspirasi gan..

      Hapus