Senin, 07 April 2014

Memilih Dan Arti Sebuah Kepercayaan Masyarakat



Oleh: M. Jamil



Komisi Pemilihan Umum (KPU) berharap untuk pemilihan umum kali ini (9/4) tingkat partisipasi pemilih mencapai di atas 90 persen. KPU begitu yakin dengan angka berharap dari pada angka target yang di patok sekitar 75 persen. Angka ini kemudian  dipertanyakan, salah satunya oleh peserta dalam kegiatan KPU bertajuk Introduction to The Indonesian Legislative Election 2014 Forum" di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (1/4/). Komisioner KPU, Sigit Pamungkas beranggapan angka 75 persen merupakan sebuah angka dari sebuah optimisme yang di dukung dari hasil lembaga survey yang sempat menembus angka 80-90 persen. Tujuh puluh lima persen merupakan sebuah angka yang cukup rasional namun memerlukan sebuah kerja keras bagi KPU mengingat semakin merosotnya partisipasi pemilih dalam pesta demokrasi pasca reformasi dari angka 93 persen di pemilu 1999 dan 84 persen di pemilu 2004 dan 71 persen di pemilu 2009. Wawancara dengan harian Sumut pos (3/1), ketua KPU Husein Kamil Malik mengklalim telah melakukan kiat-kiat agar masyarakat menggunakan hak pilihnya baik dengan cara Pendidikan pemilih, sosialisasi melalui iklan, kesenian, seminar, pertandingan olah raga bahkan dengan menggunakan teknologi modern melalui media sosial.

Bagaimanapun keengganan pemilih untuk menggunakan hak suaranya menjadi suatu momok yang menakutkan. Mungkin hal inilah yang membuat ketua KPU secara serampangan mengartikan pasal 292 hingga 308 undang-undang nomor 8 tahun 2012 tentang pemilihan umum, dikategorikan bagi mereka yang menganjur seorang atau kelompok untuk tidak menggunakan hak pilihnya dapat dipidana.  Padahal pasal-pasal tersebut memilki kategori yang berbeda yaitu setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, atau dengan tindakan kekerasan yang mengakibatkan seorang tidak memilih.
Jika Ketua KPU memasukan penganjur seorang tidak menggunakan hak pilihnya sebagai tindak pidana, lain lagi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan fatwa haram atau berdosa  bagi setiap umat Islam yang tidak menggunakan hak pilihnya. Hal ini di tegaskan oleh Ketua MUI KH Amidhan Shaberah dengan alasan Pemilu merupakan salah satu program untuk memperbaiki nasib bangsa dan juga nasib umat Islam. Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Barat, Salim Umar mengatakan bahwa di antara para calon pemimpin, ada yang memenuhi syarat, maka itu, umat Islam wajib hukumnya dan untuk menggunakan hak pilihnya.
Terlepas dari kontroversi Pidana bagi penganjur seorang tidak menggunakan hak pilihnya versi KPU atau Fatwa Haram versi MUI, tiadanya apa yang disebut Francis Fukuyama ketiadaan the trusted  leader atau  pemimpin yang dapat dipercaya merupakan persoalan yang cukup serius dan akar dari persoalan ini.  mengapa cukup serius? Francis Fukuyama (1995) meyakinkan kepada kita semua bahwa tingginya tingkat kepercayaan masyarakat (the high trust society) terhadap pemimpin mempengaruhi kemajuan sebuah bangsa dan sebaliknya rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat (the low trust society) akan menjadikan  bangsa tersebut bangsa yang terpuruk. DR. Zainuddin Maliki (2004) berpendapat arti penting rasa percaya  akan memberi iklim yang kondusif untuk mengembangkan kepribadian, menanamkan investasi, memperlebar jaringan sosial maupun ekonomi. Sebaliknya rendahnya rasa percaya apalagi jika berubah di dominasi oleh prasangka akan menghilangkan peluang  investasi serta upaya mengembangkan kehidupan.  Kepercayaan masyarakat merupakan syarat tercipta sebuah system yang saling bekerjasama dan mempengaruhi kearah kemajuan. Kemunculan kepercayaan masyarakat di mulai dari mereka yang menggunakan hak untuk di pilih  mengemban amanah.   Integritas,  moralitas keserderhanan nilai dasar yang harus terpenuhi untuk menumbuhkan sebuah kepercayaan. Sejauh ini kiat-kiat yang mengarah ke arah tumbuh kembang mereka yang akan  di pilih belum begitu tersentuh. Partai Politik harus cerdas menjaring mereka yang dapat membangkitkan kepercayaan masyarakat. Begitu pula dengan MUI sebagai garda depan umat Islam kiranya juga  memiliki andil dalam menumbuh kembangkan kepercayaan masyarakat.
Sayang kepercayaan masyarakat kita kembali terluka, berdasarkan hasil penelitian Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), sebanyak 515  anggota DPR periode 2009-2014, mendapat rapot merah karena memiliki kinerja yang dinilai masih buruk dan hanya empat anggota saja yang mendapat penilaian yang kinerjanya sangat bagus. Ironisnya hampir di atas 90 persen anggota DPR tersebut mencalonkan diri kembali pada pemilu 2014 kali ini. akankah kepercayaan masyarakat kita akan meningkat di pemilu kali ini?kita lihat saja hasil Pemilu beberapa hari mendatang.



 

0 komentar:

Posting Komentar