Oleh: M. Jamil
Komisi Pemilihan Umum (KPU) berharap untuk pemilihan
umum kali ini (9/4) tingkat partisipasi pemilih mencapai di atas 90 persen. KPU
begitu yakin dengan angka berharap dari pada angka target yang di patok sekitar
75 persen. Angka ini kemudian dipertanyakan, salah satunya oleh peserta
dalam kegiatan KPU bertajuk Introduction to The Indonesian Legislative Election
2014 Forum" di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (1/4/). Komisioner
KPU, Sigit Pamungkas beranggapan angka 75 persen merupakan sebuah angka dari
sebuah optimisme yang di dukung dari hasil lembaga survey yang sempat menembus
angka 80-90 persen. Tujuh puluh lima persen merupakan sebuah angka yang cukup
rasional namun memerlukan sebuah kerja keras bagi KPU mengingat semakin
merosotnya partisipasi pemilih dalam pesta demokrasi pasca reformasi dari angka
93 persen di pemilu 1999 dan 84 persen di pemilu 2004 dan 71 persen di pemilu
2009. Wawancara dengan harian Sumut pos (3/1), ketua KPU Husein Kamil Malik
mengklalim telah melakukan kiat-kiat agar masyarakat menggunakan hak pilihnya
baik dengan cara Pendidikan pemilih, sosialisasi melalui iklan, kesenian,
seminar, pertandingan olah raga bahkan dengan menggunakan teknologi modern
melalui media sosial.
Bagaimanapun keengganan pemilih untuk menggunakan hak
suaranya menjadi suatu momok yang menakutkan. Mungkin hal inilah yang membuat
ketua KPU secara serampangan mengartikan pasal 292 hingga 308 undang-undang
nomor 8 tahun 2012 tentang pemilihan umum, dikategorikan bagi mereka yang
menganjur seorang atau kelompok untuk tidak menggunakan hak pilihnya dapat
dipidana. Padahal pasal-pasal tersebut memilki kategori yang berbeda
yaitu setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak
pilihnya, atau dengan tindakan kekerasan yang mengakibatkan seorang tidak
memilih.
Jika Ketua KPU memasukan penganjur seorang tidak
menggunakan hak pilihnya sebagai tindak pidana, lain lagi dengan Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dengan fatwa haram atau berdosa bagi setiap umat Islam
yang tidak menggunakan hak pilihnya. Hal ini di tegaskan oleh Ketua MUI KH
Amidhan Shaberah dengan alasan Pemilu merupakan salah satu program untuk
memperbaiki nasib bangsa dan juga nasib umat Islam. Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa
Barat, Salim Umar mengatakan bahwa di antara para calon pemimpin, ada yang
memenuhi syarat, maka itu, umat Islam wajib hukumnya dan untuk menggunakan hak
pilihnya.
Terlepas dari kontroversi Pidana bagi penganjur
seorang tidak menggunakan hak pilihnya versi KPU atau Fatwa Haram versi MUI,
tiadanya apa yang disebut Francis Fukuyama ketiadaan the trusted leader
atau pemimpin yang dapat dipercaya merupakan persoalan yang cukup serius
dan akar dari persoalan ini. mengapa cukup serius? Francis Fukuyama
(1995) meyakinkan kepada kita semua bahwa tingginya tingkat kepercayaan
masyarakat (the high trust society) terhadap pemimpin mempengaruhi kemajuan
sebuah bangsa dan sebaliknya rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat (the low
trust society) akan menjadikan bangsa tersebut bangsa yang terpuruk. DR.
Zainuddin Maliki (2004) berpendapat arti penting rasa percaya akan
memberi iklim yang kondusif untuk mengembangkan kepribadian, menanamkan
investasi, memperlebar jaringan sosial maupun ekonomi. Sebaliknya rendahnya
rasa percaya apalagi jika berubah di dominasi oleh prasangka akan menghilangkan
peluang investasi serta upaya mengembangkan kehidupan. Kepercayaan
masyarakat merupakan syarat tercipta sebuah system yang saling bekerjasama dan
mempengaruhi kearah kemajuan. Kemunculan kepercayaan masyarakat di mulai dari
mereka yang menggunakan hak untuk di pilih mengemban amanah.
Integritas, moralitas keserderhanan nilai dasar yang harus terpenuhi
untuk menumbuhkan sebuah kepercayaan. Sejauh ini kiat-kiat yang mengarah ke
arah tumbuh kembang mereka yang akan di pilih belum begitu tersentuh.
Partai Politik harus cerdas menjaring mereka yang dapat membangkitkan
kepercayaan masyarakat. Begitu pula dengan MUI sebagai garda depan umat Islam
kiranya juga memiliki andil dalam menumbuh kembangkan kepercayaan masyarakat.
Sayang kepercayaan masyarakat kita kembali terluka,
berdasarkan hasil penelitian Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia
(Formappi), sebanyak 515 anggota DPR periode 2009-2014, mendapat rapot
merah karena memiliki kinerja yang dinilai masih buruk dan hanya empat anggota
saja yang mendapat penilaian yang kinerjanya sangat bagus. Ironisnya hampir di
atas 90 persen anggota DPR tersebut mencalonkan diri kembali pada pemilu 2014
kali ini. akankah kepercayaan masyarakat kita akan meningkat di pemilu kali
ini?kita lihat saja hasil Pemilu beberapa hari mendatang.
0 komentar:
Posting Komentar