Sabtu, 16 Juni 2012

TOPENG MONYET

(foto oleh Jakarta Tribun News)
Oleh : M. Jamil
Bunyi music kuno  sejenis gamelan itu datang secara mendadak, tanpa kode, tanpa arahan dan tanpa ritme  mencoba  mengoda di bawah kaki langit. Bunyi music itu bagaikan undangan bagi para penikmat mimpi di siang hari dan penantang bagi para pencari tau untuk keluar dari sarangnya. Puluhan orang menghampiri sumber bunyi dari anak-anak, dewasa hingga orang tua. Mungkin bukan keindahan yang hendak di jual  dari music itu namun daya tarik dan daya pikatnya dibungkus dengan  keanehan, keunikan serta jarang terjadi di daerah ini. Rasa ingin tahu mereka tiba-tiba buyar ketika melihat seekor monyet melaju dengan sepeda motor mungilnya di tepi jalan raya. Barulah mereka sadar bahwa music kuno itu bagian dari pertunjukan topeng monyet dengan didukung tiga orang pria dan seekor monyet.  Pria pertama dengan mengenakan topi ala mbah surip bertugas menarik dan melempar monyet  di atas motor mungilnya dengan seutas tali, Pria kedua  bertugas memainkan music sejenis gamelan, pria ketiga bertugas memukul alat music sejenis beduk dan meminta uang jasa pertunjukan topeng monyet kepada para penonton.
Abu Hurairah seorang anak laki-laki yang baru duduk dikelas 3 tingkat SLTP juga tertarik  dan menghampiri keramaian, ingin melihat dan melangkah kan kaki mendekati medan balapan sang monyet  di depan rumahnya, tepat di bibir jalan raya.
‘’Oh ternyata  topeng monyet!gerutu Abu ’’
Tampak raut kekesalan di wajah abu dikarenakan tidur nya terusik oleh  hiruk pikuk pertunjukan topeng monyet. Namun raut kekesalannya terobati menjadi berdecak kagum melihat si monyet mahir mengendarai sepeda motor mungilnya dengan kecepatan 5 km/perjam. Monyet itu tampak serius menikmati balapan liarnya, berbagai aksesoris dari baju hingga kaca mata hitamnya dan tentunya memiliki nilai tambah bagi para penonton. Senyuman, Suara tawa, pekikan para penonton berkolaborasi menjadi satu, dan Abu bagian dari koloborasi itu.
 Leher abu menoleh ke kiri dan kekanan persis mengikuti arah  gerakan si monyet. Lama kelamaan mata abu menemui sebuah kejanggalan.
‘’Masya Allah, ternyata yang ditarik dengan tali tambang itu adalah dari leher monyet itu dan bukan dari motor mungil yang ia kendarai yang semula aku kira!, ketus abu dalam hati”
Decak kagum abu, serta merta berubah menjadi rasa kasihan dan  Abu seolah ikut merasakan apa yang di rasakan oleh seekor monyet tersebut. Singkat cerita, leher sang monyet terlebih dahulu di kalungkan sebuah tali kain kemudian tali kain tersebut diikat oleh seutas tali tambang kira-kira 5-8 meter, dengan posisi monyet duduk di atas motor mungilnya serta posisi tangan monyet harus memegang kuat stang motor mungil miliknya. Tali tambang yang sudah terhubung dengan monyet tersebut di gulung dan diletakan di siku kiri pria bertopi ala mbah surip dengan  posisi tangan sebelah kanan  memegang tali yang merupakan bagian dari gulungan  tali tambang tersebut. Jarak antara monyet dan tangan kanan pria bertopi ala mbah surip yang memegang tali dan terhubung dengan monyet kira-kira  setengah meter. Nah tangan sebelah kanan pria bertopi ala mbah surip inilah yang siap melempar monyet dengan tali tambangnya. Abu sempat berfikir dan menyesali perbuatan para pemain topeng monyet yang ia anggap keterlaluan;
’Bagaimana mungkin mereka tidak berfikir leher mungil monyet itu di tarik dengan seutas tali tambang? tentunya menimbulkan rasa sakit dan dapat mengakibat cedera bahkan kematian pada monyet tersebut!ujar Abu sambil menggelengkan kepala”
Di satu sisi abu yang didera rasa kasihan dan disisi lain Pria bertopi ala mbah surip itu tampak sibuk menggulung seutas tali tambang dengan  sikunya yang di gunakan untuk menarik dan melempar sang monyet. Pria bertopi ala mbah surip ini berkali-kali menarik dan melempar sang monyet  kendaraan dengan jarak rentang hingga 5-8 meter. Jika  tampak sang monyet membandel tidak mengikuti scenario, pria bertopi ala mbah surip tidak segan-segan menarik tali tambang dengan paksa sehingga sang monyet mau mengikuti perintahnya.
Tak terasa pertunjukkan pun selesai dan hanya memakan waktu kurang dari 15 menit.  Pria bertubuh gelap pemukul bedug berhenti memukuli bedug menghampiri kerumunan orang-orang yang melihat pertunjukkan sambil membawa tempat sejenis mangkok plastic. Pria ini menyodorkan mangkok plastic yang ia bawa ke setiap orang yang menonton pertunjukan topeng monyet. Para penonton yang berbaik hati memberikan  uang mulai dari recehan hingga ribuan. Bukan hanya orang yang mendekat apalagi merapat menjadi target mangkok plastic bundar yang agak jauh pun ia hampiri. Hingga akhirnya pria tersebut mendekati Abu dan menyodorkan mangkok plastic, Abu merogoh kocek saku celananya dan mengeluarkan uang lima ribuan.
’terima kasih dik! “
“Ya, sama-sama bang!”, balas Abu.
Abu membalikkan badannya dan berjalan perlahan menuju rumah, sesampai di dalam rumah ia bertemu dengan ibunya dan ia pun bercerita kepada ibunya perihal perlakuan kasar para pemain topeng monyet terhadap monyetnya. Ibunda Abu tampak memuji sifat Abu yang memiliki kepedulian bahkan dengan seekor monyet. Kemudian Abu pun mengajukan pertanyaan kepada ibundanya.
‘’bu, kira-kira apa yang bisa kita lakukan menanggapi perlakuan kasar terhadap monyet tersebut?”
‘’sebaiknya Abu sholat ashar dulu dan berdo’a minta petunjuk kepada Allah dan minta agar orang-orang yang melakukan perlakuan kasar itu dibukakan pintu hatinya’’ jawab ibu yakin”
“Iya bu, Abu Sholat dulu ya”
Abu pun bergegas mengambil wudhu dan pergi ke mesjid dengan jarak sekitar 300 meter dari rumahnya, dalam perjalanannya kearah mesjid telingannya kembali mendegar music kuno dari arah kejauhan tanda di mulainya pertunjukkan topeng monyet di tempat lain. Dalam hati abu berasumsi mungkin dalam satu hari monyet tersebut bisa melakukan belasan kali pertunjukkan topeng monyetnya.
‘’Luar biasa penderitaannya, demi mengisi perut majikan dan dengan upah beberapa buah pisang sungguh kejam, ujar abu kesal!”
Abu betul-betul menjalankan petuah sang ibu ia tampak khusyu melakukan ibadah sholat ashar dan memanjatkan doa persis yang di sarankan oleh ibunya. Setelah selesai menjalankan sholat ashar di mesjjid ia bergegas pulang kerumah dan menemui ibunya.
‘’bagaimana nak,  sholat dan doanya?
“Sudah bu, Tapi setelah sholat dan berdoa sepertinya hati Abu tergerak untuk menasehati mereka untuk tidak memperlakukan monyet seperti itu?”
‘’kamu yakin, dan siap menghadapi resiko jika para pemain topeng monyet itu marah bahkan menyakiti mu?”Tanya ibu!”
‘’Insya Allah bu, ibu doakan abu ya?”
‘’kalau begitu lakukanlah nak, dalam Islam saling menasehati merupakan ciri orang yang tidak akan merugi seperti tertuang dalam surah Al Ashr dan menasehati merupakan warisan perbuatan dari para nabi dan rasul!”
‘’subhanallah, dalil ibu membuat abu menjadi makin berani dan yakin bu!,
‘’hmmm, kalau hati mu sudah mantap, apa salahnya untuk mencoba nak!’
‘’baiklah bu, Abu pergi dulu ya bu!”
“ya, hati-hati di jalan nak’”
Ibunda Abu terseyum melihat perbuatan anaknya, dalam hati ibu berkata
‘’tidak salah nak ibu dan ayah  memberi nama mu Abu Hurairah, seorang sahabat nabi dengan salah satu sifatnya menyayangi binatang”
Abu  dengan dukungan ibundanya bersemangat mencari dan menemui para pemain topeng monyet dengan  mengendarai sepeda motor tanpa giginya, ia menulusuri jalan raya. Abu dengan seksama memperhatikan kearah kanan dan kiri jalan berusaha menemukan target yang ia cari. Abu tampaknya cukup kesulitan mencari para pemain topeng monyet tersebut, tidak ada lagi telinganya mendengar bunyi music kono itu. Hampir satu jam Abu mencari para pemain topeng monyet, ia tampak putus asa dan hendak mengakhiri misi sucinya dengan hendak membelokkan motor tanpa gigi nya kearah pulang. Tiba-tiba ia melihat perangkat-perangkat topeng monyet dan seekor monyet di depan sebuah warung kopi tua. 
Mata abu melirik kedalam warung, ternyata para pemain topeng monyet itu sedang tampak  istirahat di dalam warung, mereka bertiga tampak asyik menikmati suasana, menyandarkan punggung mereka di sebuah kursi panjang dengan meja bundar di tengahnya. Di meja bundar tersebut tampak tiga buah gelas besar terisi minuman masing-masing menemani mereka, dan masing-masing tiga bungkus rokok kretek terletak di depan ketiga pria tersebut dengan merek yang berbeda-beda dan sudah tampak lusuh.
 Abu pun menghentikan dan memarkir motornya di depan warung serta menghampiri mereka. Abu pun mengambil posisi duduk  tepat di depan mereka, layaknya seorang mahasiswa yang sedang menjalani sebuah ujiaan skiripsi dan dengan lugas Abu menyapa mereka;
‘’assalamualakum,bang!”
Waalaikumsallam!”’
‘Ada apa dek! Jawab serempak semua pemain topeng monyet heran”
‘’Nama saya Abu Hurairah , hanya ingin waktunya sedikit bang?jawab Abu”
“Oh iya silahkan duduk dek!mau minum apa pesan saja!ungkap pria bertopi ala mbah surip”
’Begini bang saya hanya ingin menyampaikan bahwa saya merasa kasihan melihat monyet di perlakukan pada saat pertunjukan itu bang
‘’Oh tidak apa-apa dek monyet itu tangguh dan telah dilatih! jawab Pria bertopi ala mbah surip”
‘’Maaf bang tangguh seperti apa bang?yang jelas dengan perlakuan demikian menyakiti monyet tersebut” balas Abu!”
Kedua pemain lain tampak diam hanya pria bertopi ala mbah surip yang berkomentar, mungkin ini di sebabkan pria bertopi ala mbah surip inilah sebagai komandannya. Pria bertopi ala mbah surip emosinya perlahan-lahan tampak  mulai menaik dan mengatakan kepada Abu;
‘’jadi adik menemui kami untuk apa? melarang kami melakukan pertunjukkan topeng monyet?’’
“Sejujurnya iya bang, mungkin abang-abang disini meninggalkan profesi demikian karena dapat menyakiti dan dalam Islam sendiri menyiksa binatang nerupakan jalan menuju pintu neraka bang! jawab Abu’’
Mendengar kata ‘’pintu neraka” pria ala mbah surip berang, ia berdiri dan memukul meja bundar di depanya dengan keras. Kedua temannya tampak menenangkan rekannya yang sudah naik pitam.  Abu sontak  terkejut dan berkata;
“Astagfirllahal azhim”
‘’Jangan berdalil dengan saya! teriak pria bertopi ala mbah surip”
‘’Maaf bang saya hanya mengatakan yang sebenarnya”jawab Abu”
‘’Pergi dari sini cepaaaaaaaat! teriak lanjutan pria bertopi ala mbah surip”
Abu berkali-kali meminta maaf kepada pria bertopi ala mbah surip, dan bergegas meninggalkan warung di sela-sela ia akan meninggalkan warung, tampak pria penabuh bedug membisiki pria bertopi ala mbah surip. Serta merta pria bertopi ala mbah surip memanggil Abu yang sudah berada di depan warung hendak menaiki motornya;
‘’Abang manggil saya”Tanya abu”
‘’Ya, kesini cepat! balas pria bertopi ala mbah surip”
Abu bergegas menemui kembali para pemain topeng monyet tersebut.  Abu berasumsi bahwa apa yang ia sampaiikan dapat diterima oleh para pemain topeng monyet. Pria bertopi ala mbah surip kelihatan agak tenang dan berkata kepada Abu;
‘’Dik kami bersedia meninggalkan pekerjaan kami”
‘’Alhamdulillah!’’, jawab abu yakin
‘’tapi dengan syarat”
‘’dengan syarat?maksudnya bang?’’, balas abu heran”
‘’harus kamu ketahui dik, kami memulai pertunjukkan dari kampung ke kampung mulai dari jam 8 pagi hingga jam 5 sore, dengan belasan kali pertunjukkan dan menghasilkan uang rata-rata 100 hingga bahkan 300 ribu perrrrhari”
“Lantas? tanya abu penasaran”              
‘’oleh karena itu dik, kami bersedia meninggalkan pekerjaan kami jika adik membayar seluruh perlengkapan topeng monyet dan monyetnya sekalian dengan harga damai 2,5 juta rupiah”
‘’waaduh bang bagaimana mungkin saya membeli barang-barang demikian bang, dan saya tidak mempunyai uang sebanyak itu”
‘’Bisa saja bagaimana caranya dik demi menyelamatkan monyet tersebut, kemudian dengan uang tersebut kami akan kembali ketempat asal kami’’
Pria bertopi ala mbah surip dan rekan-rekannya tampak terseyum melihat tingkah abu yang kebingungan akibat tawaran tersebut.
‘’ya, sudah kami mau pergi dulu, melakukan pertunjukkan lagi kalau kamu bersedia dan memiliki uang hubungi saya ini no hp saya!ungkap pria ala mbah surip sambil mengeluarkan karu nama kecil”
Abu pun mengambil kartu nama yang di berikan kepadanya. kemudian ketiga orang tersebut keluar dari warung meninggalkan kan abu. Tampak ketiga pria menjinjing berbagai perlengkapan pertunjukkan dan si monyet tampak di seret di atas motor mungilnya oleh pria bertopi ala mbah surip.
Abu pun bergegas meninggalkan warung dan pulang kerumah mengendarai sepeda motornya. Sesampai di rumah ibu pun bertanya kepadanya
‘’bagaimana nak, bertemu dengan para pemain topeng monyet tersebut?”
‘’ketemu sih bu, tapi justru mereka akan menghentikan pertunjukkan mereka jika abu bersedia membeli perlengkapan mereka bersama si monyet dengan harga 2,5 juta rupiah bu” balas Abu kesal”
‘’mereka serius nak akan menjualnya?’’
‘’kayaknya seperti itu bu, karena salah satu dari mereka memberikan kartu nama dan nomor hp yang bisa di hubungi bu”
‘’sudahlah nak, sebaiknya kamu mandi dulu hari sudah sore dan sebentar lagi sudah masuk waktunya sholat magrib’’
‘’iya bu, jawab abu lemas”
Setelah menunai sholat magrib dan makan malam abu kembali berfikir sambil merebahkan badannya di atas tempat tidur. Hingga akhirnya ia mendapatkan ide untuk membuka celengan ayamnya yang tak lain merupakan  sisa  dari uang jajan sekolah yang ia simpan selama satu tahun terakhir.  Ia pun  bergegas keluar dari kamar dan menemui ibunya untuk meminta izin membuka celengan tersebut. Pada mulanya ibunda nya tidak menyetujui Abu untuk membuka celengan tersebut dengan alasan uang  itu kelak akan di gunakan untuk menambah biaya sekolah Abu ke tingkat SLTA .  Hingga akhirnya ibundanya merestui niat baik abu.
Pada malam itu juga abu mecahkan celengan ayamnya dengan di bantu ibunya  ia mengumpulkan setiap lembaran-lembaran uang dan koin-koin yang terberai di atas lantai. Setelah dihitung-hitung uang dari hasil celengan tersebut hanya mencapai lima ratus ribuan;
‘’bagaimana bu uang nya hanya sekitar lima ratus ribuan?’’ Tanya abu pada ibunya”
‘’kita sudah berusaha nak, coba saja kamu bicarakan kepada mereka perihal kita hanya memiliki uang sejumlah itu! bujuk ibu pada Abu”
‘’tapi bu, inikan sangat jauh dari harga yang mereka tetapkan! lirih abu”
‘’mau di apakan lagi nak, sayang ayah mu sedang berada di luar kota dan seminggu lagi baru pulang, bagaimana kalau kita menunggu ayah mu saja tentu ia bisa memecahkan permasalahan ini! jawab ibu”
‘’Abu merasa kasihan dengan si monyet itu bu jika harus menunggu selama itu, besok pagi pada saat sekolah nanti Abu coba  bicarakan dengan teman-teman abu di sekolah kali-kali saja mereka mau sedikit membantu bu! balas Abu”
Esok harinya setelah pulang sekolah ibunda Abu bertanya kepadanya;
‘’Bagaimana nak  apakah teman-teman mu bersedia membantu?”
‘’Alhamdulillah bu ada beberapa orang teman-teman abu membantu dan terkumpul uang sekitar seratus ribu jadi uang yang terkumpul sekitar enam ratus ribu, mungkin sore ini secepatnya abu akan menelpon nomor yang telah diberikan kemarin bu” jawab Abu”
‘’ya mudah-mudahan mereka bersedia dengan sejumlah uang tersebut nak’’
‘’amin, bu’’
Setelah menunaikan sholat ashar Abu mengeluarkan kartu namakecil warna hijau yang telah di berikan pria bertopi ala mbah surip kepadanya dari dalam dompetnya. Abu memperhatikan kartu  nama kecil tersebut secara seksama.
‘’hmmm, ternyata nama abang penarik topeng monyet itu bernama Joko Sengkono” ungkap Abu dari dalam hati
ia pun memencet nomor handphone pria ala mbah surip dengan meminjam handp phone milik ibunya. Nomor yang ia hubungi pun tersambung;
‘’halo, assalamualaikum’’
‘’ya, walaikum salam’’ jawab seorang wanita”
Abu tampak sedikit terkejut mengapa nomor yang ia hubungi adalah seorang wanita bukan seorang pria
’Bisa berbicara dengan abang Joko Sengkono, ini dari Abu Hurairah’’
‘’maaf, mas Joko sedang sakit? Ada yang bisa di bantu! balas wanita tersebut’’
‘’maaf bu ini saya bicara dengan siapa? tanya abu heran”
”Oh ini dengan Istrinya, bilang saja keperluan nya apa nanti saya sampaikan! jawab istri Joko Sengkono”
Abu menyampaikan keinginannya perihal akan membeli perangkat topeng monyet berserta monyetnya. Kemudia istri joko sengkono yang tak lain pria bertopi ala mbah surip berkata;
‘’oh maaf dik monyet tersebut sudah mati”
‘’telah mati bu, bagaimana kejadiannya? balas abu”
‘’ya, kemarin sore sebelum pulang dari pertunjukkan telah terjadi musibah”
‘’musibah apa bu? balas abu  semakin penasaran”
‘’si monyet mengamuk dan tiba-tiba menggigit tepat di tengkuk mas djoko sengkono dan sulit dilepaskan, lalu kedua temannya panik dengan memukul monyet tersebut dengan kayu tepat mengenai kepala  si monyet hingga akhirnya si monyet mati’’
‘’lalu bagaimana keadaan bang joko bu’’ Tanya Abu”
‘’mas djoko sudah sedikit membaik setelah di bawa berobat di Puskesmas, kami khwatir sisa gigitan tersebut bisa menimbulkan penyakit”
‘’ya sudahlah bu, salam saja untuk mas joko semoga cepat sembuh” balas abu
‘’ya nanti saya sampaikan kepada mas joko’’
Abu bergegas menemui ibunya dan menceritakan perihal yang terjadi terhadap joko sengkono atau tak lain pria bertopi ala mbah surip. Abu pun berkata kepada ibunya;
‘’kasihan ya bu nasib dari monyet tersebut dan abang penarik topeng monyet itu
’sudahlah nak yang penting Abu harus rajin beribadah kepada Allah dan rajin belajar, dan mengambil hikmah atas kejadian tersebut! jawab sang ibu”
Kemudian ibunda abu memeluk anak kesayangannya dan bangga terhadap prilaku anaknya yang mencoba melawan gemuruh prilaku sumbang dengan sebuah tindakan nyata.









0 komentar:

Posting Komentar