Sabtu, 28 Juli 2012

Keruntuhan Rezim Bashar Assad ?


Bashar al-Assad berbicara di depan kabinetnya di Damaskus,(26/6/2012).foto: SANA
Oleh: M. Jamil
‘akhir rezim assad akan datang’ judul sebuah artikel menarik yang di tulis oleh Charles Hawley dan dimuat oleh harian terkemuka Jerman Der spigel. Artikel tersebut diterbitkan tak lama berselang meledaknya sebuah bom di salah satu pusat kekuatan rezim Assad. Salah satu pusat kekuatan tersebut yaitu Markas Besar Biro Keamanan Nasional  Suriah di Damaskus hingga menewaskan tiga pejabat penting yaitu Jenderal Dawoud Rajha sebagai Menteri Pertahanan, Jenderal Assef Shawkat sebagai Deputi Menteri Pertahanan dan juga kakak ipar Presiden Assad dan mantan Menteri Pertahanan yang kini mengepalai unit penanganan krisis Suriah, Jenderal Hassan Turkmani dan melukai beberapa pejabat tingggi lainnya. Untuk menguatkan argumennya ia mengutip beberapa pendapat dari harian terkemuka dari aliran konservatif, kiri tengah, bahkan harian keuangan dalam artikel tersebut. Dalam artikel tersebut, Charles Hawley menulis dan memaparkan sebuah ide atau keyakinan  berangkat pada prestasi pengeboman oleh kelompok  oposisi sehingga ‘akhir rezim Assad akan datang’. Disamping itu Charles Hawley juga mengalami sedikit kecemasan  di akhir artikel nya  ketika mengutip pendapat harian Handelsblatt yang meramal jatuhnya kekuasan  Assad justru akan membawa angin radikalisme melampaui batas negara tetangga Suriah di timur tengah dan akan terjadi hal mengerikan di bawah pengganti Assad selanjutnya.
Media-media di Indonesia juga tidak ketinggalan menyajikan berbagai pemberitaan dan artikel terkait peristiwa pemboman Markas  Besar Biro Keamanan Nasional Suriah salah satunya artikel menarik datang dari Trias Kuncahyono seorang editor harian  kompas dan  banyak menulis tentang  kajian Timur tengah.  Trias Kuncahyono dalam artikel tersebut menulis “setidaknya Ibarat hari, kini Suriah mendekati senja dan sebentar lagi akan terbit matahari baru, yang memberikan kehidupan baru pula”. Persis seperti artikel yang di buat oleh Charles Hawey menempatkan peristiwa meledaknya Markas Besar Biro Keamanan Nasional  Suriah di Damaskus sebagai salah satu indikasi dan titik acuan rezim Bashar Assad akan jatuh.
Apakah rezim Assad akan jatuh dalam waktu dekat  pasca pengeboman Markas Besar Biro Keamanan Nasional  Suriah di Damaskus? Perdana menteri Israel Benyamin netayahu dengan yakin menyatakan “pasti hanya permasalahan waktu bisa seminggu bahkan sebulan”. Paman Sam sendiri enggan berkomentar tentang prediksi kapan kejatuhan rezim Assad,  terakhir juru bicara gedung putih mengatakan “Bashar assad mulai kehilangan Kendali” pasca tragedi. Lain halnya  dengan David Cameron perdana menteri Inggris yang menyarankan Assad untuk segera mungkin untuk menyerahkan kekuasannya. 
oposisi bersenjata namun Pemerintah Suriah menyebut mereka dengan istilah teroris foto : Pres TV
Panglima Free Syrian Army (FSA)  Kolonel Riad al-Asaad
Meledaknya Markas Besar Biro Keamanan Nasional  Suriah di Damaskus sejauh ini merupakan prestasi terbesar dalam agenda upaya penggulingan rezim Bashar Assad. Apakah ini sebagai indicator Kejatuhan rezim? tentunya ada beberapa factor yang perlu diperhatikan, salah satunya  adalah penyebab-khusunya- dan siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana reaksi pemerintahan Bashar Al Assad menanggapinya. Penyebab dan siapa yang bertanggung jawab meledaknya Markas  Besar Biro Keamanan Nasional Suriah cukup beragam. yang pertama datang dari FSA-free Syrian army- mengaku menyusupkan bahan peledak ke Markas  Besar Biro Keamanan Nasional Suriah. Panglima FSA Kolonel Riad al-Asaad seperti yang dikutip oleh reuters mengatakan “tim penyerang meletakkan bom di dalam ruang rapat tersebut, kemudian meledakkan bom dengan kendali jarak jauh”.  Menarik,  Apa yang di utarakan oleh Panglima FSA Kolonel Riad al-Asaad  merupakan sebuah bentuk upaya  untuk memberikan semangat kepada pihaknya dan untuk melemahkan pihak lawan-rezim Bashar Al assad. Memberikan semangat kepada pihaknya dengan pesan bahwa pemerintahan sekarang sudah tidak memiliki kekuatan hal itu terbukti dengan kemampuan FSA meledakan salah satu symbol kekuatan rezim Bashar Al Assad yang kedua berimplikasi pada keretakan pada tubuh militer Suriah yang menimbulkan kecurigaan akan adanya pengkhianatan dalam tubuh militer Suriah. Dr Webster Griffin Tarpley Seorang penulis dan sejarawan Amerika tidak mendukung argument yang di sampaikan oleh panglima FSA dalam artikelnya ia berpendapat sangat tidak bijaksana untuk menarik kesimpulan tentang penyusupan bom- dalam tragedy pengeboman Markas Besar Biro Keamanan Nasional  Suriah. Beberapa pengamat menyatakan Markas Besar Biro Keamanan Nasional  Suriah di jaga sangat ketat oleh militer suriah. Pengakuan  Panglima FSA Kolonel Riad al-Asaad  dapat terjadi jika didukung oleh dua factor yaitu ketoledoran dalam hal penjagaan oleh militer dan adanya pengkhianatan oleh oknum dalam tubuh militer Suriah. yang kedua  dengan bom bunuh diri, namun penggunaan bom bunuh diri dengan cepat dibantah oleh Panglima FSA Kolonel Riad al-Asaad. yang ketiga dengan rudal jelajah dan pesawat tak berawak. Pendapat terakhir ini muncul dari Dr Webster Griffin Tarpley dalam artikelnya seperti dipublikasikan oleh Pres tv (21/7/12) ia menulis :
“Secara abstrak, kemampuan ditampilkan dalam serangan ini bisa berkisar dari rudal jelajah atau pesawat tak berawak dengan kemampuan dikerahkan dalam pembunuhan Perdana Menteri Rafiq Hariri dari Libanon”.
 Pendapat Dr Webster Griffin Tarpley  mengalami kendala ketika mengapa rudal jelajah dan pesawat tak berawak tersebut tidak terdeteksi oleh radar Suriah yang konon memiliki kapasitas mumpuni. Oleh karena itu Masih simpang siurnya penyebab meledaknya Markas Besar Biro Keamanan Nasional  Suriah  belum mampu secara optimal memberikan indikator yang nyata kepada kita tentang korelasinya terhadap keruntuhan rezim Bashar al Assad dalam waktu dekat. Arti penting indicator tersebut terhadap korelasi keruntuhan Assad yaitu penggambaran baik secara abstrak bahkan utuh mengenai sejauh mana pencapaian dan kekuatan dari kedua kubu baik dari rezim Assad dan Oposisi bersenjata yang mengalami gesekan dan pertentangan secara tajam dalam penggunaan jalur militer  dalam memperebutkan kekuasaan.
Indicator dan korelasi tersebut menjadi nyata tak kala Markas  Besar Biro Keamanan Nasional Suriah di serang kelompok bersenjata berhadapan langsung dengan militer dan berhasil merebut dan merengsek membunuh secara langsung para pejabat tinggi suriah. indicator dan korelasi seperti ini lah yang mampu menjadi tulang punggung yang menyakinkan dalam kedua artikel yang seperti ditulis oleh Charles hawey dan Trias Kuncahyono seperti yang dikutip di atas.
 pihak oposisi sendiri tidak begitu yakin peristiwa meledaknya Markas  Besar Biro Keamanan Nasional Suriah serta merta akan membawa harapan keruntuhan rezim dalam waktu dekat. Seperti wawancara yang dilakukan oleh harian Del spigel dengan pihak oposisi Suriah, pihak oposisi menyatakan tidak ada yang tau kapan rezim akan jatuh dan   perlu sebuah keajaiban untuk jatuhnya rezim Bashar Al Assad.
Reaksi sang Bashar Al Assad
Bagaimana reaksi Presiden Bashar Al Assad? Sejauh ini Bashar Assad masih besikukuh untuk tidak akan mengundurkan diri, Dubes Rusia untuk Prancis sempat menuturkan Bashar Assad akan mundur dengan cara yang tertib namun hal ini dengan cepat di bantah oleh Suriah. Bashar Assad pernah menuturkan bahwa dia siap mengalami kejadian yang serupa menimpa Moamar Khadafi. Pengangkatan kembali pengganti para pejabat tinggi Suriah yang tewas dan komitmen militer untuk membasmi para oposisi bersenjata tampaknya indicator bashar assad belum mau turun dari singasananya dalam waktu dekat.  
Oposisi bersenjata sejauh ini berhasil di pukul mundur di wilayah damaskus  dan pertempuran masih terjadi kali ini di pusat bisnis Suriah di Aleppo. Bashar mengerahkan ribuan tentara dan kendaraan tempur  berupa Tank dan helicopter serbu.
Untuk jalur militer intervensi asing untuk menggulingkan rezim Bashar Al Assad ala khadafi, barat dan pihak tertentu seperti Turki, Qatar dan Arab Saudi sejauh ini hanya menggunakan kekuatan oposisi untuk menggempur dan menggulingkan permerintahan Bashar Assad. NATO berulangkali melakukan pernyataan tidak akan ambil bagian dalam intervensi militer di Suriah seperti yang telah dilakukan terhadap libya. Sejauh ini  setidaknya terdapat  dua negara yang ingin menggempur Suriah yaitu Turki dan Israel serta satu negara yang mengusulkan intervensi militer yaitu Qatar. Turki negara yang tampil lebih vulgar  dengan menempatkan berbagai peralatan militer, baru-baru ini Turki menempatkan beberapa rudal (22/07/2012) di wilayah perbatasan dengan Suriah. Turki  ingin mengintervensi militer Suriah dengan dalih peristiwa penembakan jet tempurnya sedangkan Israel dengan dalih mengamankan rudal-rudal canggih Suriah untuk tidak jatuh ketangan Hizbullah yang dapat  membawa malapetaka bagi Israel.
Juru Bicara Kemeterian Luar Negeri Suriah Jihad Makdissi, mengakui Suriah mengakui memilki senjata kimia dan biologis
Sehari setelah penempatan rudal tersebut Juru Bicara Kemeterian Luar Negeri Suriah Jihad Makdissi, mengakui Suriah mengakui memilki senjata kimia dan biologis  dan akan menggunakannya untuk menggempur setiap negara yang melakukan intervensi militer ke wilayah Suriah.  Pernyataan Kepemilikan senjata kimia dan biologis Suriah serta merta menimbulkan kecaman dari AS dan mengingatkan akan konsekuensi dari penggunaannya. Pihak oposisi menyatakan senjata pemusnah massal tersebut telah ditempatkan di wilayah perbatasan. Konon jumlah dari senjata kimia dan biologis tersebut dalam skala besar, seorang pengamat memprediksi hingga 1000 rudal dengan hulu ledak kimia dan biologis sehingga menempatkan Suriah sebagai daftar pemilik senjata kimia dan biologis terbesar. Presiden Bashar Al Assad pernah bersumpah akan memandikan Israel dengan rudal jika di serang oleh AS dan sekutunya. Mengingat kemampuan jarak gempur dan jumlah rudal balistik suriah, Turki, Israel dan beberapa negara timur tengah sasaran empuk senjata-senjata kimia dan biologis tersebut serta sebuah pesan yang di sampaikan dari Damaskus untuk berfikir ulang untuk mengintervensi secara militer.

Kepala Staf Militer Israel, Letnan Jenderal (Letjen) Benny Gantz tidak mendukung upaya untuk menyerang Suriah, ia berpendapat Israel akan menghadapi konflik berskala besar jika melakukan intervensi militer
Kepemilikaan senjata kimia dan biologis oleh Suriah merupakan salah halangan terhadap intervensi asing selain dukungan diplomatic maupun militer  oleh Rusia, China, Iran dan Hizbullah.  kedua factor ini lah penunjang dan penopang serta menimbulkan  kepercayaan diri bagi rezim bashar al Assad.  Rusia dan China secara konsisten mendukung secara diplomatic dengan memveto resolusi PBB. Berbeda dengan Rusia yang juga memberikan dukungan militer berupa persenjataan, China sejauh ini bermain hanya pada tahapan diplomatic. Lain halnya dengan Iran secara terbuka mendukung Suriah bahkan mangancam akan menyerang negara Arab yang menyerang Suriah begitu juga dengan Hizbullah. Adalah wajar ketika oposisi menyatakan diperlukan sebuah keajaiban untuk menggulingkan rezim Bashar Assad jika kedua factor tersebut masih tetap solid
Semoga penggunaan senjata pemusnah massal tidak sampai terjadi yang justru menimbulkan akibat yang sangat luar biasa bagi kemanusian dan lingkungan. Hanya rakyat suriah lah yang berhak menentukan nasibnya sendiri melalui jalur demokrasi bukan kepentingan negara-negara lain dan semua negara regional hanya berhak untuk mengawasi dan menumbuh kembangkan terciptanya  iklim perdamaian dan demokrasi di Suriah. Mempersenjatai  kelompok oposisi  hanya memperkeruh suasana dan merupakan cara yang sangat tidak bijak terlebih lagi di lakukan oleh negara yang mengaku sebagai penjaga demokrasi. Presiden Bashar al Assad harus rela mundur jika proses demokrasi yang jujur bebas dari intervensi menghendaki demikian. Semoga perdamaian dan demokrasi segera terwujud di Suriah, Suriah yang maju dan tetap mendukung perlawanan pembebasan Palestina serta bebas dari kepentingan Amerika dan Zionisme Israel.

0 komentar:

Posting Komentar