Bashar al-Assad berbicara di depan kabinetnya di Damaskus,(26/6/2012).foto: SANA |
Oleh: M. Jamil
‘akhir rezim
assad akan datang’ judul sebuah artikel menarik yang di tulis oleh Charles Hawley dan dimuat oleh harian
terkemuka Jerman Der spigel. Artikel tersebut diterbitkan tak lama berselang
meledaknya sebuah bom di salah satu pusat kekuatan rezim Assad. Salah satu
pusat kekuatan tersebut yaitu Markas Besar Biro Keamanan Nasional Suriah di Damaskus hingga menewaskan tiga
pejabat penting yaitu Jenderal Dawoud Rajha sebagai Menteri Pertahanan,
Jenderal Assef Shawkat sebagai Deputi Menteri Pertahanan dan juga kakak ipar
Presiden Assad dan mantan Menteri Pertahanan yang kini mengepalai unit
penanganan krisis Suriah, Jenderal Hassan Turkmani dan melukai beberapa pejabat
tingggi lainnya. Untuk menguatkan argumennya
ia mengutip beberapa pendapat dari harian terkemuka dari aliran konservatif,
kiri tengah, bahkan harian keuangan dalam artikel tersebut. Dalam artikel
tersebut, Charles Hawley menulis dan memaparkan sebuah ide atau keyakinan berangkat pada prestasi pengeboman oleh
kelompok oposisi sehingga ‘akhir rezim
Assad akan datang’. Disamping itu Charles Hawley juga mengalami sedikit
kecemasan di akhir artikel nya ketika mengutip pendapat harian Handelsblatt yang meramal jatuhnya kekuasan Assad justru akan membawa angin radikalisme
melampaui batas negara tetangga Suriah di timur tengah dan akan terjadi hal
mengerikan di bawah pengganti Assad selanjutnya.
Media-media
di Indonesia juga tidak ketinggalan menyajikan berbagai pemberitaan dan artikel
terkait peristiwa pemboman Markas Besar
Biro Keamanan Nasional Suriah salah satunya artikel menarik datang dari Trias
Kuncahyono seorang editor harian kompas dan banyak menulis tentang kajian Timur tengah. Trias Kuncahyono dalam artikel tersebut menulis “setidaknya
Ibarat hari, kini Suriah mendekati senja dan sebentar lagi akan terbit matahari
baru, yang memberikan kehidupan baru pula”. Persis seperti artikel yang di buat
oleh Charles Hawey menempatkan peristiwa meledaknya Markas Besar Biro Keamanan
Nasional Suriah di Damaskus sebagai
salah satu indikasi dan titik acuan rezim Bashar Assad akan jatuh.
Apakah rezim
Assad akan jatuh dalam waktu dekat pasca
pengeboman Markas Besar Biro Keamanan Nasional
Suriah di Damaskus? Perdana menteri Israel Benyamin netayahu dengan
yakin menyatakan “pasti hanya permasalahan waktu bisa seminggu bahkan sebulan”.
Paman Sam sendiri enggan berkomentar tentang prediksi kapan kejatuhan rezim
Assad, terakhir juru bicara gedung putih
mengatakan “Bashar assad mulai kehilangan Kendali” pasca tragedi. Lain
halnya dengan David Cameron perdana
menteri Inggris yang menyarankan Assad untuk segera mungkin untuk menyerahkan
kekuasannya.
oposisi bersenjata namun Pemerintah Suriah menyebut mereka dengan istilah teroris foto : Pres TV |
Panglima Free Syrian Army (FSA) Kolonel Riad al-Asaad |
Meledaknya
Markas Besar Biro Keamanan Nasional
Suriah di Damaskus sejauh ini merupakan prestasi terbesar dalam agenda
upaya penggulingan rezim Bashar Assad. Apakah ini sebagai indicator Kejatuhan rezim?
tentunya ada beberapa factor yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah penyebab-khusunya- dan siapa yang
bertanggung jawab dan bagaimana reaksi pemerintahan Bashar Al Assad
menanggapinya. Penyebab dan siapa yang bertanggung jawab meledaknya Markas Besar Biro Keamanan Nasional Suriah cukup
beragam. yang pertama datang dari FSA-free
Syrian army- mengaku menyusupkan bahan peledak ke Markas Besar Biro Keamanan Nasional Suriah. Panglima
FSA Kolonel Riad al-Asaad seperti yang dikutip oleh reuters mengatakan “tim
penyerang meletakkan bom di dalam ruang rapat tersebut, kemudian meledakkan bom
dengan kendali jarak jauh”. Menarik,
Apa yang di utarakan oleh Panglima FSA Kolonel Riad al-Asaad merupakan sebuah bentuk upaya untuk memberikan semangat kepada pihaknya dan
untuk melemahkan pihak lawan-rezim Bashar Al assad. Memberikan semangat kepada
pihaknya dengan pesan bahwa pemerintahan sekarang sudah tidak memiliki kekuatan
hal itu terbukti dengan kemampuan FSA meledakan salah satu symbol kekuatan
rezim Bashar Al Assad yang kedua berimplikasi pada keretakan pada tubuh militer
Suriah yang menimbulkan kecurigaan akan adanya pengkhianatan dalam tubuh
militer Suriah. Dr Webster Griffin Tarpley Seorang penulis dan sejarawan
Amerika tidak mendukung argument yang di sampaikan oleh panglima FSA dalam
artikelnya ia berpendapat sangat tidak bijaksana untuk menarik kesimpulan
tentang penyusupan bom- dalam tragedy pengeboman Markas Besar Biro Keamanan
Nasional Suriah. Beberapa pengamat
menyatakan Markas Besar Biro Keamanan Nasional
Suriah di jaga sangat ketat oleh militer suriah. Pengakuan Panglima FSA Kolonel Riad al-Asaad dapat terjadi jika didukung oleh dua factor
yaitu ketoledoran dalam hal penjagaan oleh militer dan adanya pengkhianatan
oleh oknum dalam tubuh militer Suriah. yang
kedua dengan bom bunuh diri, namun penggunaan
bom bunuh diri dengan cepat dibantah oleh Panglima FSA Kolonel Riad al-Asaad. yang
ketiga dengan rudal jelajah dan pesawat tak berawak. Pendapat terakhir ini
muncul dari Dr Webster Griffin Tarpley dalam artikelnya seperti
dipublikasikan oleh Pres tv (21/7/12) ia menulis :
“Secara abstrak, kemampuan
ditampilkan dalam serangan ini bisa berkisar dari rudal jelajah atau pesawat
tak berawak dengan kemampuan dikerahkan dalam pembunuhan Perdana Menteri Rafiq
Hariri dari Libanon”.
Pendapat Dr Webster Griffin Tarpley mengalami kendala ketika mengapa rudal
jelajah dan pesawat tak berawak tersebut tidak terdeteksi oleh radar Suriah
yang konon memiliki kapasitas mumpuni. Oleh karena itu Masih simpang siurnya
penyebab meledaknya Markas Besar Biro Keamanan Nasional Suriah
belum mampu secara optimal memberikan indikator yang nyata kepada kita
tentang korelasinya terhadap keruntuhan rezim Bashar al Assad dalam waktu dekat.
Arti penting indicator tersebut terhadap korelasi keruntuhan Assad yaitu penggambaran
baik secara abstrak bahkan utuh mengenai sejauh mana pencapaian dan kekuatan
dari kedua kubu baik dari rezim Assad dan Oposisi bersenjata yang mengalami
gesekan dan pertentangan secara tajam dalam penggunaan jalur militer dalam memperebutkan kekuasaan.
Indicator dan
korelasi tersebut menjadi nyata tak kala Markas
Besar Biro Keamanan Nasional Suriah di serang kelompok bersenjata
berhadapan langsung dengan militer dan berhasil merebut dan merengsek membunuh
secara langsung para pejabat tinggi suriah. indicator dan korelasi seperti ini lah
yang mampu menjadi tulang punggung yang menyakinkan dalam kedua artikel yang
seperti ditulis oleh Charles hawey dan Trias Kuncahyono seperti yang dikutip di
atas.
pihak oposisi sendiri tidak begitu yakin
peristiwa meledaknya Markas Besar Biro
Keamanan Nasional Suriah serta merta akan membawa harapan keruntuhan rezim
dalam waktu dekat. Seperti wawancara yang dilakukan oleh harian Del spigel
dengan pihak oposisi Suriah, pihak oposisi menyatakan tidak ada yang tau kapan
rezim akan jatuh dan perlu sebuah
keajaiban untuk jatuhnya rezim Bashar Al Assad.
Reaksi sang Bashar Al Assad
Bagaimana reaksi Presiden Bashar
Al Assad? Sejauh ini Bashar Assad masih besikukuh untuk tidak akan mengundurkan
diri, Dubes Rusia untuk Prancis sempat menuturkan Bashar Assad akan mundur
dengan cara yang tertib namun hal ini dengan cepat di bantah oleh Suriah.
Bashar Assad pernah menuturkan bahwa dia siap mengalami kejadian yang serupa
menimpa Moamar Khadafi. Pengangkatan kembali pengganti para pejabat tinggi
Suriah yang tewas dan komitmen militer untuk membasmi para oposisi bersenjata
tampaknya indicator bashar assad belum mau turun dari singasananya dalam waktu
dekat.
Oposisi bersenjata sejauh ini
berhasil di pukul mundur di wilayah damaskus
dan pertempuran masih terjadi kali ini di pusat bisnis Suriah di Aleppo.
Bashar mengerahkan ribuan tentara dan kendaraan tempur berupa Tank dan helicopter serbu.
Untuk jalur
militer intervensi asing untuk menggulingkan rezim Bashar Al Assad ala khadafi,
barat dan pihak tertentu seperti Turki, Qatar dan Arab Saudi sejauh ini hanya
menggunakan kekuatan oposisi untuk menggempur dan menggulingkan permerintahan
Bashar Assad. NATO berulangkali melakukan pernyataan tidak akan ambil bagian
dalam intervensi militer di Suriah seperti yang telah dilakukan terhadap libya.
Sejauh ini setidaknya terdapat dua negara yang ingin menggempur Suriah yaitu
Turki dan Israel serta satu negara yang mengusulkan intervensi militer yaitu
Qatar. Turki negara yang tampil lebih vulgar
dengan menempatkan berbagai peralatan militer, baru-baru ini Turki
menempatkan beberapa rudal (22/07/2012) di wilayah perbatasan dengan Suriah. Turki ingin mengintervensi militer Suriah dengan
dalih peristiwa penembakan jet tempurnya sedangkan Israel dengan dalih
mengamankan rudal-rudal canggih Suriah untuk tidak jatuh ketangan Hizbullah
yang dapat membawa malapetaka bagi
Israel.
Juru Bicara Kemeterian Luar Negeri Suriah Jihad Makdissi, mengakui Suriah mengakui memilki senjata kimia dan biologis |
Sehari
setelah penempatan rudal tersebut Juru Bicara Kemeterian Luar Negeri Suriah
Jihad Makdissi, mengakui Suriah mengakui memilki senjata kimia dan biologis dan akan menggunakannya untuk menggempur
setiap negara yang melakukan intervensi militer ke wilayah Suriah. Pernyataan Kepemilikan senjata kimia dan
biologis Suriah serta merta menimbulkan kecaman dari AS dan mengingatkan akan
konsekuensi dari penggunaannya. Pihak oposisi menyatakan senjata pemusnah
massal tersebut telah ditempatkan di wilayah perbatasan. Konon jumlah dari
senjata kimia dan biologis tersebut dalam skala besar, seorang pengamat
memprediksi hingga 1000 rudal dengan hulu ledak kimia dan biologis sehingga
menempatkan Suriah sebagai daftar pemilik senjata kimia dan biologis terbesar. Presiden
Bashar Al Assad pernah bersumpah akan memandikan Israel dengan rudal jika di
serang oleh AS dan sekutunya. Mengingat kemampuan jarak gempur dan jumlah rudal
balistik suriah, Turki, Israel dan beberapa negara timur tengah sasaran empuk
senjata-senjata kimia dan biologis tersebut serta sebuah pesan yang di
sampaikan dari Damaskus untuk berfikir ulang untuk mengintervensi secara
militer.
Kepala Staf
Militer Israel, Letnan Jenderal (Letjen) Benny Gantz tidak mendukung upaya
untuk menyerang Suriah, ia berpendapat Israel akan menghadapi konflik berskala
besar jika melakukan intervensi militer
Kepemilikaan
senjata kimia dan biologis oleh Suriah merupakan salah halangan terhadap
intervensi asing selain dukungan diplomatic maupun militer oleh Rusia, China, Iran dan Hizbullah. kedua factor ini lah penunjang dan penopang serta
menimbulkan kepercayaan diri bagi rezim
bashar al Assad. Rusia dan China secara
konsisten mendukung secara diplomatic dengan memveto resolusi PBB. Berbeda
dengan Rusia yang juga memberikan dukungan militer berupa persenjataan, China
sejauh ini bermain hanya pada tahapan diplomatic. Lain halnya dengan Iran
secara terbuka mendukung Suriah bahkan mangancam akan menyerang negara Arab
yang menyerang Suriah begitu juga dengan Hizbullah. Adalah wajar ketika oposisi
menyatakan diperlukan sebuah keajaiban untuk menggulingkan rezim Bashar Assad
jika kedua factor tersebut masih tetap solid
Semoga penggunaan senjata
pemusnah massal tidak sampai terjadi yang justru menimbulkan akibat yang sangat
luar biasa bagi kemanusian dan lingkungan. Hanya rakyat suriah lah yang berhak
menentukan nasibnya sendiri melalui jalur demokrasi bukan kepentingan
negara-negara lain dan semua negara regional hanya berhak untuk mengawasi dan
menumbuh kembangkan terciptanya iklim
perdamaian dan demokrasi di Suriah. Mempersenjatai kelompok oposisi hanya memperkeruh suasana dan merupakan cara
yang sangat tidak bijak terlebih lagi di lakukan oleh negara yang mengaku
sebagai penjaga demokrasi. Presiden Bashar al Assad harus rela mundur jika
proses demokrasi yang jujur bebas dari intervensi menghendaki demikian. Semoga
perdamaian dan demokrasi segera terwujud di Suriah, Suriah yang maju dan tetap
mendukung perlawanan pembebasan Palestina serta bebas dari kepentingan Amerika
dan Zionisme Israel.
0 komentar:
Posting Komentar