Oleh
M. Jamil
Dibalik serangan
senjata kimia di Suriah
Pemerintah Suriah kembali di tuduh menggunakan
senjata kimia (21/08) di wilayah ghouta timur pinggiran Damaskus, Suriah
Selatan. Amerika Serikat dengan sangat yakin militer Suriah Atas perintah
presiden Bashar al Assad yang bertanggung jawab atas serangan. Menteri Luar
Negeri Amerika Serikat, John Kerry (30/8) menyebut berdasarkan hasil intelijen
AS menyimpulkan bahwa rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad bertanggung jawab
atas serangan kimia yang menewaskan 1.429 warga Suriah, diantaranya 426
anak-anak. Pihak oposisi sebagai pihak yang pertama kali melaporkan kejadian
tersebut sembari menyebutkan korban tewas mencapai ratusan orang kemudian meralat
melaporkan korban tewas mencapai 1.300 orang. Tidak mau ketinggalan Intelegen
inggris, Prancis dan Jerman pun ikut mengamini bahwa Presiden Bashar Al Assad
yang melakukan serangan kimia di wilayah ghouta. Menariknya, Gareth Porter,
seorang sejarawan dan wartawan investigatif dengan spesialisasi kebijakan
keamanan nasional AS menulis berdasarkan hasil wawancaranya dengan mantan
pejabat intelegen AS, mengungkapkan bahwa apa yang telah disampaikan oleh
Barack Obama terkait penggunaan senjata kimia di suriah (21/08) tidak mewakili
penilaian komunitas intelegen. Singkat nya dokumen ringkasan intelegen tentang
senjata kimia Suriah tidak dirilis oleh Kantor Direktur Intelijen Nasional
tetapi oleh sekretaris pers kantor Gedung Putih. “Atas nama intelegen” telah di
gunakan sebagai alat oleh AS beserta sekutunya untuk membangun kepercayaan
public dengan motif sebuah agenda besar di Suriah.
Terlepas dari tulisan Gareth Porter dapat kita
bayang kan Tim Inspeksi khusus dari PBB dengan komposisi terdiri dari orang
yang ahli senjata kimia memerlukan waktu berminggu-minggu untuk menyampaikan
hasil investigasi terhadap serangan
kimia di Suriah. Mereka mendatangi lokasi serangan dan korban-korban serangan
kimia yang di rawat di rumah sakit selama beberapa hari. Tentunya berbanding
terbalik dengan cara kerja intelegen yang lebih berdasarkan asumsi bahwa hanya
militer Suriah yang sanggup melakukan serangan roket dengan senjata kimia. Namun
sayang hasil investigasi PBB hanya
menyebutkan telah terjadi penggunaan senjata kimia jenis Sarin tanpa menyebut
siapa yang telah menggunakan senjata kimia tersebut.
Siapa di balik senjata
kimia sebenarnya? Jika menggunakan kaca mata intelegen AS dan sekutunya jawaban
mereka Bashar Al Assad. Berbeda dengan sekutu dekat Suriah, Presiden Rusia, Vladimir putin (11/9) menyempatkan diri untuk
menulis sebuah artikel mengenai suriah dimuat di harian York times, ia menulis;
"Tidak ada yang
ragu bahwa gas beracun telah digunakan di Suriah. Namun, ada alasan untuk
percaya bahwa senjata itu tidak digunakan oleh Angkatan Darat Suriah, tetapi
oleh pasukan oposisi, guna memprovokasi intervensi dari patron asing mereka
yang kuat, yang akan memihak kaum fundamentalis."
Vladamir
putin tidak sendiri berusaha menyakinkan dunia internasional terkait tuduhan
penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Suriah. Adalah Yossef Bodansky, direktur Satuan Tugas
Kongres tentang Terorisme dan inkonvensional Warfare 1988-2004 mantan konsultan
senior untuk Departemen Pertahanan AS dan Departemen Luar Negeri AS, mengatakan
bahwa para pemberontak adalah pelaku dari serangan kimia. Begitu pula dengan
dengan para akedemisi yang menjawab pertanyaan di atas dengan kehati-hatian
salah satunya Margret Johannsen ahli
politik di Lembaga Penelitian Perdamaian dan Politik Keamanan dari Universitas
Hamburg berpendapat;
“Perlu menunggu hasil investigasi, pelaku serangannya tidak
jelas penggunaan senjata kimia merupakan penyimpangan dari strategi perang
Presiden Assad selama ini. Saat ini, saya tidak melihat alasan bagi pemerintah
untuk menggunakan senjata kimia. Apalagi Amerika Serikat telah menyatakan bahwa
penggunaan senjata kimia, merupakan garis merah batas yang menentukan
intervensi Barat. Pemerintah Assad yang begitu kuat tidak perlu menggunakan
senjata seperti itu. Penggunaan senjata kimia bertolak belakang dengan logika
rasional rejim ini”.
Pendapat
Margret Johannsen senada dengan pendapat Oliver
Thränert, ketua think tank Pusat Studi Keamanan di Sekolah Tinggi Zürich
yang menyatakan Bashar al Assad tampak
berhasil mengkonsolidasi kekuasaannya, tidak masuk akal untuk mengerahkan
senjata kimia. Begitu pula, George
Galloway seorang anggota parlemen Inggris mengeluarkan pernyataan yang mengajak
logika kita untuk ikut andil dalam peristiwa serangan kimia di Ghouta Suriah,
ia berpendapat;
“Pemerintahan
Assad mungkin cukup buruk untuk melakukannya [serangan senjata kimia], tapi apa
dia cukup gila untuk melakukannya di Damaskus pada hari yang sama ketika tim
inspeksi PBB datang ke Damaskus?.. dan kalau dia sedemikian buruknya, mengapa
dulu Ratu sampai menerimanya di istana Buckingham, dan mengapa dulu perdana
menteri [Blair] mengupayakan agar dia diberi penghargaan dari Ratu? (dikutip
dari Dina Y sulaiman Word Press)
klaim George Galloway sejalan dengan sumber
datang dari Sebuah laporan oleh Yahya Ababneh, yang dikontribusikan oleh Dale
Gavlak, telah berhasil mengumpulkan keterangan saksi yang mengatakan bahwa
"pemberontak tertentu menerima senjata kimia melalui Kepala Dinas
Intelijen Saudi, Pangeran Bandar bin Sultan, dan bertanggung jawab untuk
melaksanakan serangan gas”. Berdasarkan
laporan di atas para eksekutor dari
pemberontak tidak mengetahui senjata yang mereka gunakan adalah senjata kimia.
Ada kemungkinan tingkat eksekutor tidak mengetahui tetapi tidak untuk para
petinggi pemberontak, tentunya telah melalui pengorganisasian dan akurasi yang baik sehingga momentum
penggunaan tepat dengan kedatangan tim inpeksi dari PBB.
Bandar bin Sultan Bersama Vladimir Putin |
Arab
Saudi sebagai salah Negara timur tengah
selain Israel, Qatar dan Turki pendukung utama dalam krisis suriah di ketahui
terlibat dari dukungan senjata hingga keuangan. Arab Saudi juga merupakan
penganjur setia terhadap invasi militer di Suriah, bahkan menurut Jim Fetzer
dalam artikelnya yang di muat di situs veteran today mengutip sumber yang cukup
terpercaya, menyakini Arab Saudi melalui Kepala Intelegen Bandar bin Sultan
telah membayar anggota kunci dari Senat AS dan pimpinan DPR, serta menteri
kunci dari pemerintah Perancis, dengan "cash insentif" untuk
mendukung Amerika dan Perancis "shock and awe" serangan militer
terhadap Suriah tidak hanya tetapi Hizbullah di Lebanon posisi. Michael Snyder
mempertanyakan dan menjawab factor keterlibatan Arab Saudi dalam konflik di
suriah. Menurut micheal synder keterlibatan Arab Saudi di Suriah tak lain,
sumber daya alam, agama dan uang dan (intervensi militer) tidak ada hubungannya
dengan senjata kimia.
Selain faktor
Sumber Daya Alam, Agama dan uang,
Arab Saudi memiliki tingkat ketakutan yang sangat tinggi atau
phobia akan hilangnya kekuasaannya.
Kedekatan dengan Amerika dan membendung pengaruh poros Syiah di Arab Saudi
maupun di Timur tengah dua kata kunci di
yakini oleh Arab Saudi untuk bertahan lama. Campur tangan Arab saudi di
Suriah bagian dari refleksi ketakutan Arab Saudi terutama poros Iran Suriah dan
Hezbullah. Operasi bendera palsu berupa serangan senjata kimia yang di dalangi
Bandar bin Sultan kepala intelegen Arab Saudi dapat dikatakan kartu truf terakhir yang mengandung
keputusasaan di mana ribuan pejuang oposisi yang telah dibiayai besar-besaran
pada saat ini belum menunjukaan tanda-tanda keberhasilan. Wajar saja kiranya Gordon
Duff seorang senior editor Veteran Today menyebut Suriah telah mengejutkan semua orang,
Mereka (suriah) seharusnya telah runtuh lama.
Mereka (suriah) tidak, jauh dari itu. Ada setiap indikasi bahwa pemerintah
Suriah adalah memenangkan apa yang sebenarnya bukan perang sipil.
Oleh
karena itu Arab Saudi sampai pada satu kesimpulan hanya dua hal yang mampu
menjatuhkan Suriah, Rusia dan Amerika Serikat beserta sekutu. Untuk Rusia, Arab
saudi saudi bermain dengan janji dan ancaman agar mundur mendukung Suriah.
Untuk janji Arab saudi berjanji menyuplai minyak dan membeli persenjataan Rusia
menggantikan posisi Suriah. untuk ancaman, Arab saudi mengancam untuk
membangkitkan kelompok pejuang Chech untuk menyebabkan kekacauan dan kematian
selama olimpiade musim dingin yang diadakan 7-23 februari 2014 di sochi, Rusia
. Janji dan ancaman Arab Saudi di tolak mentah-mentah dan murka oleh Presiden
Rusia, Vladamir Putin. Putin seperti dilansir harian The EU Times membuat sebuah
perintah jika Amerika Serikat menyerang Suriah, maka Rusia akan menyerang Arab
Saudi dengan kekuatan militer besar-besaran. Ancaman Rusia membuat Arab Saudi bersiaga sambil mengingatkan Putin akan terjadinya protes besar-besaran umat Islam di Dunia. Kalangan berpendapat bagi Rusia, dukungan terhadap Suriah merupakan
sebuah prinsip yang tidak bisa di tawar, yang di dukung faktor sejarah ketika
Rusia di bawah Uni Sovyet menjalin kerjasama bilateral pertahanan yang sangat
erat. Selain itu kepentingan geopolitik,
militer untuk membendung pengaruh Amerika serikat dan sekutu. Kegagalan dengan
resep ‘’janji dan ancaman” kepada Rusia membuat Arab Saudi beralih kepada
Amerika serikat dan sekutu dengan kartu truf ‘’Senjata kimia” melalui operasi
bendera palsu dan saya menyakini operasi tersebut diketahui oleh Amerika
serikat. Dibalik senjata kimia benar-benar hanya dalih untuk intervensi militer
berbalut konspirasi ditengah keputusaan negara pendukung oposisi sekaligus
memberikan kekuatan baru bagi pemberontak.
HITUNG-HITUNG KEKUATAN DAN KEMENANGAN SURIAH
Pasca terjadinya operasi bendera palsu
serangan senjata kimia di Suriah, Amerika Serikat dengan sigap mengerahkan lima
kapal perang dan satu kapal perusak ke perairan Suriah. namun sayang aksi
amerika serikat ini tidak mendapat dukungan dari salah satu sekutu utamanya,
Inggris. Sebagai salah satu penganjur perang di Suriah, Perdana David Cameron
harus menanggung rasa malu tak kala parlemen Inggris menolak Intervensi Militer
di Suriah. sekutu utama lainnya Perancis masih tetap eksis mendukung Amerika
serikat menggempur Suriah. jika di lihat dari persiapan AS dan sekutunya memang
tampaknya aksi militer di Suriah tidak terelakan. Menyikapi persiapan Amerika
serikat dan Sekutu, Rusia mengambil dua langkah yang pertama bersiap memveto
usulan-usulan yang berkenan tentang dukungan intervensi militer PBB di Suriah
serta berkali-kali memperingatkan Amerika Serikat dan sekutu untuk
menimbang-nimbang lagi rencana Intervensi militer di Suriah. Rusia berdalih
tidak ada satu negara pun yang dapat melakukan intervensi militer di sebuah
negara berdaulat tanpa restu dari PBB karena merupakan pelanggaran Hukum
Internasional yang serius dan juga dapat meruntuhkan PBB itu sendiri. Kedua
memperkuat kehadiran militer Rusia di laut mediterania dan pangkalan mIliter
Rusia di Tartous dengan mengirim tiga buah kapal perang fregat Novocherkassk
dan Minsk, satu buah kapal pengintai serta kapal pembawa rudal penjelajah
Moskva yang sangat di takuti, kemudian menyusul lagi satu buah kapal perang dengan muatan khusus. Masuknya empat
buah kapal perang Rusia di Medetarania halangan terbesar Amerika dan sekutu
memberangus Suriah, kapal-kapal perang
Amerika akan menghadapi lawan yang sangat tangguh di samping ancaman rudal
super sonic Yakhont. Kapal-kapal perang Rusia juga dilengkapi system pertahanan
yang dapat menembak jatuh rudal-rudal patriot yang di tembakkan dari kapal
perang Amerika Serikat.
Rudal Hipersonic, Iskander |
Rusia telah bertahun-tahun memperkuat militer
Suriah dengan system pertahanan canggih, seperti rudal anti kapal supersonic
Yakhont dan Rudal hypersonic, Iskander yang mampu membawa hulu ledak nuklir dan
menembus setiap system pertahanan udara termasuk system pertahanan rudal
patriot di wilayah Turki dan tentunya juga system Iron Drome atau Arrow milik Israel
yang telah siaga penuh di wilayah Tel Aviv. Ankara dan Tel Aviv di yakini akan
menjadi pelampiasan balasan Suriah jika Amerika Serikat dan Sekutu benar-benar
melakukan agresi militer. Walhasil ribuan orang Israel ketar-ketir ketakutan,
mereka rela antri berjam-jam untuk membeli masker sebagai langkah antisipasi
terjadinya serangan senjata kimia dari Suriah. kendati demikian langkah Suriah
menyerang Israel dan Turki akan berdampak secara langsung menyeret Israel dan Turki ke front
pertempuran besar di Timur tengah, tentu hal ini merupakan hal yang dinanti dan
bagian dari strategi serta pembenaran Israel dan Turki melakukan serangan
balasan ke wilayah Damaskus untuk
menjatuhkan Presiden Bashar Al Assad. Walaupun kepungan tersebut dapat
dimentahkan dengan bantuan Rusia, Iran dan Hizbullah konsentrasi dan kekuatan
militer Suriah akan terpecah membendung serangan balasan Turki di wilayah Utara
dan Israel di wilayah Selatan serta kapal-kapal perang Amerika Serikat dan
sekutu belum lagi kelompok pemberontak yang masih menguasai beberapa wilayah. Suriah
lebih baik memasang strategi defensive dan meletakan Hizbullah siaga penuh
untuk membombardir wilayah Tel Aviv di wilayah selatan jika Israel memulai atau
bergabung dengan serangan Amerika serikat
dan sekutu atau sebagai aksi balasan terhadap serangan. Bagaimana dengan dengan
kelompok muqawamma Palestina Hamas ? Akankah ikut ambil bagian dalam barisan kubu Suriah? Hamas di ketahui memiliki
hubungan yang tidak harmonis semenjak krisis Suriah. Hamas terlihat serba
salah, mendukung Suriah dapat menjadikan Hamas kehilangan dukungan terutama dari Arab Saudi, Qatar dan Yordania bahkan
dapat berimbas pada isolasi internasional dan lebel teroris. Hamas mulai
menghitung-hitung memihak salah satu yang bertikai, sebuah foto menunjukkan perdana menteri Ismail Haniyeh, bersama
membentangkan bendera hijau putih hitam dengan tiga buah bintang merah di tengah
menunjukkan posisi Hamas condong kepada oposisi Suriah. begitu pula foto ketua politbiro Hamas Khaled
Meshal, terlihat mengibarkan bendera oposisi Suriah.
Ismail Haniyeh (kiri) (foto:Dina Y sulaiman word pres) |
Khaled Meshal dan para elit Hamas (kiri) (foto:Dina Y sulaiman word pres) . |
Suriah memiliki peran yang
sangat besar terhadap Hamas dari segi persenjataan dan dukungan Politik. Di
saat negara-negara Timur Tengah pro Barat tidak ada yang mau menerima kehadiran
ketua Politbiro Hamas, Khalid Meshal. Presiden Bashar Al Assad bersedia dengan
lapang dada menerima kehadiran Khalid Meshal dan mendirikan kantor kedutaan Hamas dan jihad Islam di Damaskus.
Tidak hanya itu Damaskus bersedia menampung ribuan para pengungsi Palestina di
kamp Yarmouk. Presiden Bashar Al Assad mendapat kritikan pedas ketika
mengunjungi Inggris. Inggris menganggap Presiden Bashar Al Assad telah
memberikan bantuan kepada para Teroris. Presiden Bashar Al Assad berkilah
dengan santai menyatakan bahwa mereka (Hamas dan Jihad Islam) bukan
teroris dan mereka juru bicara rakyat
Palestina. Dengan demikian kecil kemungkinan Hamas akan ikut ambil bagian
bersama Suriah jika terjadi invasi militer walaupun Menurut laman analisa intelijen DebkaFile
Israel melaporkan kemungkinan ikut sertanya Hamas dan Jihad Islam membantu
Suriah jika Amerika Serikat dan sekutu
menyerang Suriah.
Bicara tentang perbandingan kekuatan militer
kekuatan militer Suriah tidak sebanding dengan Amerika, anggaran militer
amerika serikat mencapai 685 milyar dollar AS pertahun, bandingkan dengan
anggaran Militer Suriah hanya 2 milyar dollar AS kurang dari 4 persen dari
anggaran militer AS. Entah mengapa dengan sistem persenjataan nomor wahid di
dunia, Amerika menghadapi Taliban di
Afganistan saja yang tidak memiliki system persenjataan canggih baik secara defensive
maupun ofensif harus bersama negara-negara NATO seperti Britania Raya,
Perancis,
Belanda,
dan Australia
dengan sandi Operasi Kebebasan Abadi (Operation Enduring Freedom). sekutu negara lain bersama-sama
Wajar saja anak sulung Bashar Al Assad, Hafez al Assad berumur 11 tahun melalui jejaring sosial
mengejek Amerika serikat pengecut.
Suriah bukan Irak, Afganistan dan Libya yang
dengan mudah di gilas oleh Amerika bersama Sekutu. Pasca Israel melakukan pengeboman di wilayah
Damaskus menggunakan senjata mini nuklir buatan Amerika serikat, seorang analis
Jim W. Dean berpendapat Rusia menganggap Israel telah melanggar garis merah
dari Rusia menyerang negara non nuklir sehingga memaksa Rusia untuk
meningkatkan pertahanan udara dan
persenjataan kepada Suriah. Gordon Duff, Editor Senior Veteran Today menulis berdasarkan laporan dari
sumber-sumber intelijen mengkonfirmasi bahwa sistem pertahanan rudal S 300
telah berada di tangan militer Suriah meskipun terjadi penolakan oleh Putin, Sekarang,
laporan menunjukkan bahwa S 400 (system yang lebih maju dari S300) dalam proses
pengiriman kepada Suriah. dengan sytem
persenjataan yang di miliki menempatkan Suriah sebagai lawan yang sangat tangguh dan tidak sendirian, Presiden Rusia
Vladimir Putin dalam pertemuan GCC berjanji akan membantu Suriah jika di serang
begitu pula dengan Iran dan Hizbullah. Timur tengah di prediksi “terbakar”,
dunia di hadapkan dengan ancaman perang yang akan menimbulkan korban nyawa
harta dan lingkungan akibat senjata-senjata berat dan berbahaya.
Detik-detik inilah yang di manfaatkan
oleh Rusia dengan mengajukan pengusulan
pemusnahan senjata kimia Suriah sebagai langkah
efektif mencegah intervensi militer Amerika Serikat. Presiden Bashar Al
Assad menyatakan tidak memerlukan lagi senjata kimia tersebut dan mengklaim
telah mempunyai persenjataan canggih yang mampu membutakan Israel dalam
sekejap. Presiden Bashar Al Assad juga menggaris bawahi dukungan Rusia jika
Amerika serikat tetap melakukan intervensi militer setelah melakukan
penghapusan senjata kimia Suriah.
Taktik pemusnahan senjata kimia merupakan
kemenangan suriah, melindungi pembicaraan perundingan Jenewa II yang selama ini
telah di susun bersama dapat mencapai tujuan solusi politik menuju perdamaian
di Suriah. Tidak ada pilihan bagi oposisi untuk tidak ambil bagian dalam
konfrensi setelah Amerika serikat gagal menjanjikan Oposisi untuk memberikan
keseimbangan kekuatan pada pemberontak melalui jalur invasi militer. Oposisi
pun menyatakan kesediannya mengikuti konfrensi tanpa prasyarat walaupun terjadi
pertentangan dari kelompok takrifi atau salafi. Perpecahan hingga perperangan
juga terjadi antar pemberontak kembali terjadi antara kubu takfiri dan Free
Syrian Army. Free Syrian Army menurut Robert
Fisk di kabarkan telah bernegosiasi dengan pemerintahan Suriah. Robert Fisk berpendapat
Bashar Al Assad akan memiliki keuntungan yang sangat jelas jika FSA bisa dibujuk untuk kembali ke
jajaran tentara rezim dalam jaminan keselamatan lengkap, daerah wilayah yang
luas yang dikuasai pemberontak akan kembali dapat kontrol pemerintah tanpa menggunakan peluru. Tentara
kembali diperkuat oleh desertir satu waktu kemudian bisa berbalik melawan
al-Nusra dan afiliasinya al-Qaeda dalam nama persatuan nasional. Suriah tidak butuh teralu lama jika Amerika Serikat menarik dukungannya terhadap kelompok pemberontak yang nota bene sebagian kelompok garis keras. Jam kembali
berdetak menuju perdamaian di Suriah.
Allahu alam
0 komentar:
Posting Komentar