|
(foto oleh Jakarta Tribun News) |
Oleh : M. Jamil
Bunyi music kuno sejenis gamelan itu datang secara mendadak,
tanpa kode, tanpa arahan dan tanpa ritme
mencoba mengoda di bawah kaki
langit. Bunyi music itu bagaikan undangan bagi para penikmat mimpi di siang
hari dan penantang bagi para pencari tau untuk keluar dari sarangnya. Puluhan
orang menghampiri sumber bunyi dari anak-anak, dewasa hingga orang tua. Mungkin
bukan keindahan yang hendak di jual dari
music itu namun daya tarik dan daya pikatnya dibungkus dengan keanehan, keunikan serta jarang terjadi di
daerah ini. Rasa ingin tahu mereka tiba-tiba buyar ketika melihat seekor monyet
melaju dengan sepeda motor mungilnya di tepi jalan raya. Barulah mereka sadar
bahwa music kuno itu bagian dari pertunjukan topeng monyet dengan didukung tiga
orang pria dan seekor monyet. Pria
pertama dengan mengenakan topi ala mbah
surip bertugas menarik dan melempar monyet
di atas motor mungilnya dengan seutas tali, Pria kedua bertugas memainkan music sejenis gamelan,
pria ketiga bertugas memukul alat music sejenis beduk dan meminta uang jasa
pertunjukan topeng monyet kepada para penonton.
Abu Hurairah
seorang anak laki-laki yang baru duduk dikelas 3 tingkat SLTP juga
tertarik dan menghampiri keramaian,
ingin melihat dan melangkah kan kaki mendekati medan balapan sang monyet di depan rumahnya, tepat di bibir jalan raya.
‘’Oh ternyata topeng monyet!gerutu Abu ’’
Tampak raut
kekesalan di wajah abu dikarenakan tidur nya terusik oleh hiruk pikuk pertunjukan topeng monyet. Namun
raut kekesalannya terobati menjadi berdecak kagum melihat si monyet mahir
mengendarai sepeda motor mungilnya dengan kecepatan 5 km/perjam. Monyet itu
tampak serius menikmati balapan liarnya,
berbagai aksesoris dari baju hingga kaca mata hitamnya dan tentunya memiliki
nilai tambah bagi para penonton. Senyuman, Suara tawa, pekikan para penonton
berkolaborasi menjadi satu, dan Abu bagian dari koloborasi itu.
Leher abu menoleh ke kiri dan kekanan persis
mengikuti arah gerakan si monyet. Lama
kelamaan mata abu menemui sebuah kejanggalan.
‘’Masya Allah, ternyata yang ditarik dengan
tali tambang itu adalah dari leher monyet itu dan bukan dari motor mungil yang
ia kendarai yang semula aku kira!, ketus abu dalam hati”
Decak kagum
abu, serta merta berubah menjadi rasa kasihan dan Abu seolah ikut merasakan apa yang di rasakan
oleh seekor monyet tersebut. Singkat cerita, leher sang monyet terlebih dahulu
di kalungkan sebuah tali kain kemudian tali kain tersebut diikat oleh seutas
tali tambang kira-kira 5-8 meter, dengan posisi monyet duduk di atas motor
mungilnya serta posisi tangan monyet harus memegang kuat stang motor mungil
miliknya. Tali tambang yang sudah terhubung dengan monyet tersebut di gulung
dan diletakan di siku kiri pria bertopi ala
mbah surip dengan posisi tangan
sebelah kanan memegang tali yang
merupakan bagian dari gulungan tali
tambang tersebut. Jarak antara monyet dan tangan kanan pria bertopi ala mbah
surip yang memegang tali dan terhubung dengan monyet kira-kira setengah meter. Nah tangan sebelah kanan pria
bertopi ala mbah surip inilah yang siap melempar monyet dengan tali tambangnya.
Abu sempat berfikir dan menyesali perbuatan para pemain topeng monyet yang ia
anggap keterlaluan;
‘’Bagaimana mungkin mereka tidak berfikir
leher mungil monyet itu di tarik dengan seutas tali tambang? tentunya
menimbulkan rasa sakit dan dapat mengakibat cedera bahkan kematian pada monyet
tersebut!ujar Abu sambil menggelengkan kepala”
Di satu sisi
abu yang didera rasa kasihan dan disisi lain Pria bertopi ala mbah surip itu
tampak sibuk menggulung seutas tali tambang dengan sikunya yang di gunakan untuk menarik dan
melempar sang monyet. Pria bertopi ala mbah surip ini berkali-kali menarik dan
melempar sang monyet kendaraan dengan
jarak rentang hingga 5-8 meter. Jika
tampak sang monyet membandel tidak mengikuti scenario, pria bertopi ala mbah surip tidak segan-segan menarik
tali tambang dengan paksa sehingga sang monyet mau mengikuti perintahnya.
Tak terasa
pertunjukkan pun selesai dan hanya memakan waktu kurang dari 15 menit. Pria bertubuh gelap pemukul bedug berhenti
memukuli bedug menghampiri kerumunan orang-orang yang melihat pertunjukkan
sambil membawa tempat sejenis mangkok plastic. Pria ini menyodorkan mangkok
plastic yang ia bawa ke setiap orang yang menonton pertunjukan topeng monyet.
Para penonton yang berbaik hati memberikan
uang mulai dari recehan hingga ribuan. Bukan hanya orang yang mendekat
apalagi merapat menjadi target mangkok plastic bundar yang agak jauh pun ia hampiri.
Hingga akhirnya pria tersebut mendekati Abu dan menyodorkan mangkok plastic,
Abu merogoh kocek saku celananya dan mengeluarkan uang lima ribuan.
‘’terima kasih dik! “
“Ya, sama-sama bang!”, balas Abu.
Abu
membalikkan badannya dan berjalan perlahan menuju rumah, sesampai di dalam
rumah ia bertemu dengan ibunya dan ia pun bercerita kepada ibunya perihal
perlakuan kasar para pemain topeng monyet terhadap monyetnya. Ibunda Abu tampak
memuji sifat Abu yang memiliki kepedulian bahkan dengan seekor monyet. Kemudian
Abu pun mengajukan pertanyaan kepada ibundanya.
‘’bu, kira-kira apa yang bisa kita lakukan
menanggapi perlakuan kasar terhadap monyet tersebut?”
‘’sebaiknya Abu sholat ashar dulu dan
berdo’a minta petunjuk kepada Allah dan minta agar orang-orang yang melakukan
perlakuan kasar itu dibukakan pintu hatinya’’ jawab ibu yakin”
“Iya bu, Abu Sholat dulu ya”
Abu pun
bergegas mengambil wudhu dan pergi ke mesjid dengan jarak sekitar 300 meter
dari rumahnya, dalam perjalanannya kearah mesjid telingannya kembali mendegar
music kuno dari arah kejauhan tanda di mulainya pertunjukkan topeng monyet di
tempat lain. Dalam hati abu berasumsi mungkin dalam satu hari monyet tersebut
bisa melakukan belasan kali pertunjukkan topeng monyetnya.
‘’Luar biasa penderitaannya, demi mengisi perut majikan dan dengan upah
beberapa buah pisang sungguh kejam, ujar abu kesal!”
Abu
betul-betul menjalankan petuah sang ibu ia tampak khusyu melakukan ibadah
sholat ashar dan memanjatkan doa persis yang di sarankan oleh ibunya. Setelah
selesai menjalankan sholat ashar di mesjjid ia bergegas pulang kerumah dan
menemui ibunya.
‘’bagaimana nak, sholat dan doanya?
“Sudah bu, Tapi setelah sholat dan berdoa
sepertinya hati Abu tergerak untuk menasehati mereka untuk tidak memperlakukan
monyet seperti itu?”
‘’kamu yakin, dan siap menghadapi resiko
jika para pemain topeng monyet itu marah bahkan menyakiti mu?”Tanya ibu!”
‘’Insya Allah bu, ibu doakan abu ya?”
‘’kalau begitu lakukanlah nak, dalam Islam
saling menasehati merupakan ciri orang yang tidak akan merugi seperti tertuang
dalam surah Al Ashr dan menasehati merupakan warisan perbuatan dari para nabi
dan rasul!”
‘’subhanallah, dalil ibu membuat abu menjadi
makin berani dan yakin bu!,
‘’hmmm, kalau hati mu sudah mantap, apa
salahnya untuk mencoba nak!’
‘’baiklah bu, Abu pergi dulu ya bu!”
“ya, hati-hati di jalan nak’”
Ibunda Abu terseyum melihat
perbuatan anaknya, dalam hati ibu berkata
‘’tidak salah nak ibu dan ayah
memberi nama mu Abu Hurairah, seorang sahabat nabi dengan salah satu
sifatnya menyayangi binatang”
Abu dengan dukungan ibundanya
bersemangat mencari dan menemui para pemain topeng monyet dengan mengendarai sepeda motor tanpa giginya, ia
menulusuri jalan raya. Abu dengan seksama memperhatikan kearah kanan dan kiri
jalan berusaha menemukan target yang ia cari. Abu tampaknya cukup kesulitan
mencari para pemain topeng monyet tersebut, tidak ada lagi telinganya mendengar
bunyi music kono itu. Hampir satu jam Abu mencari para pemain topeng monyet, ia
tampak putus asa dan hendak mengakhiri misi sucinya dengan hendak membelokkan
motor tanpa gigi nya kearah pulang. Tiba-tiba ia melihat perangkat-perangkat
topeng monyet dan seekor monyet di depan sebuah warung kopi tua.
Mata abu melirik kedalam warung, ternyata para pemain topeng monyet
itu sedang tampak istirahat di dalam
warung, mereka bertiga tampak asyik menikmati suasana, menyandarkan punggung
mereka di sebuah kursi panjang dengan meja bundar di tengahnya. Di meja bundar
tersebut tampak tiga buah gelas besar terisi minuman masing-masing menemani
mereka, dan masing-masing tiga bungkus rokok kretek terletak di depan ketiga
pria tersebut dengan merek yang berbeda-beda dan sudah tampak lusuh.
Abu pun menghentikan dan memarkir motornya di
depan warung serta menghampiri mereka. Abu pun mengambil posisi duduk tepat di depan mereka, layaknya seorang
mahasiswa yang sedang menjalani sebuah ujiaan skiripsi dan dengan lugas Abu
menyapa mereka;
‘’assalamualakum,bang!”
Waalaikumsallam!”’
‘Ada apa dek! Jawab serempak
semua pemain topeng monyet heran”
‘’Nama saya Abu Hurairah , hanya ingin waktunya sedikit bang?jawab Abu”
“Oh iya silahkan duduk dek!mau minum apa pesan saja!ungkap pria bertopi
ala mbah surip”
‘’Begini bang saya hanya ingin menyampaikan bahwa saya merasa kasihan
melihat monyet di perlakukan pada saat pertunjukan itu bang”
‘’Oh tidak apa-apa dek monyet itu tangguh dan telah dilatih! jawab Pria
bertopi ala mbah surip”
‘’Maaf bang tangguh seperti apa bang?yang jelas dengan perlakuan
demikian menyakiti monyet tersebut” balas Abu!”
Kedua pemain lain tampak diam
hanya pria bertopi ala mbah surip yang berkomentar, mungkin ini di sebabkan
pria bertopi ala mbah surip inilah sebagai komandannya. Pria bertopi ala mbah
surip emosinya perlahan-lahan tampak
mulai menaik dan mengatakan kepada Abu;
‘’jadi adik menemui kami untuk apa? melarang kami melakukan
pertunjukkan topeng monyet?’’
“Sejujurnya iya bang, mungkin abang-abang disini meninggalkan profesi
demikian karena dapat menyakiti dan dalam Islam sendiri menyiksa binatang
nerupakan jalan menuju pintu neraka bang! jawab Abu’’
Mendengar kata ‘’pintu neraka”
pria ala mbah surip berang, ia berdiri dan memukul meja bundar di depanya
dengan keras. Kedua temannya tampak menenangkan rekannya yang sudah naik
pitam. Abu sontak terkejut dan berkata;
“Astagfirllahal azhim”
‘’Jangan berdalil dengan saya! teriak pria bertopi ala mbah surip”
‘’Maaf bang saya hanya mengatakan yang sebenarnya”jawab Abu”
‘’Pergi dari sini cepaaaaaaaat! teriak lanjutan pria bertopi ala mbah
surip”
Abu berkali-kali meminta maaf
kepada pria bertopi ala mbah surip, dan bergegas meninggalkan warung di
sela-sela ia akan meninggalkan warung, tampak pria penabuh bedug membisiki pria
bertopi ala mbah surip. Serta merta pria bertopi ala mbah surip memanggil Abu
yang sudah berada di depan warung hendak menaiki motornya;
‘’Abang manggil saya”Tanya abu”
‘’Ya, kesini cepat! balas pria bertopi ala mbah surip”
Abu bergegas menemui kembali para
pemain topeng monyet tersebut. Abu
berasumsi bahwa apa yang ia sampaiikan dapat diterima oleh para pemain topeng
monyet. Pria bertopi ala mbah surip kelihatan agak tenang dan berkata kepada
Abu;
‘’Dik kami bersedia meninggalkan pekerjaan
kami”
‘’Alhamdulillah!’’, jawab abu yakin
‘’tapi dengan syarat”
‘’dengan syarat?maksudnya bang?’’, balas abu
heran”
‘’harus kamu ketahui dik, kami memulai pertunjukkan dari kampung ke
kampung mulai dari jam 8 pagi hingga jam 5 sore, dengan belasan kali
pertunjukkan dan menghasilkan uang rata-rata 100 hingga bahkan 300 ribu perrrrhari”
“Lantas? tanya abu penasaran”
‘’oleh karena itu dik, kami bersedia meninggalkan pekerjaan kami jika
adik membayar seluruh perlengkapan topeng monyet dan monyetnya sekalian dengan
harga damai 2,5 juta rupiah”
‘’waaduh bang bagaimana mungkin saya membeli barang-barang demikian
bang, dan saya tidak mempunyai uang sebanyak itu”
‘’Bisa saja bagaimana caranya dik demi menyelamatkan monyet tersebut,
kemudian dengan uang tersebut kami akan kembali ketempat asal kami’’
Pria bertopi ala mbah surip dan
rekan-rekannya tampak terseyum melihat tingkah abu yang kebingungan akibat
tawaran tersebut.
‘’ya, sudah kami mau pergi dulu, melakukan pertunjukkan lagi kalau kamu
bersedia dan memiliki uang hubungi saya ini no hp saya!ungkap pria ala mbah
surip sambil mengeluarkan karu nama kecil”
Abu pun mengambil kartu nama yang
di berikan kepadanya. kemudian ketiga orang tersebut keluar dari warung
meninggalkan kan abu. Tampak ketiga pria menjinjing berbagai perlengkapan
pertunjukkan dan si monyet tampak di seret di atas motor mungilnya oleh pria
bertopi ala mbah surip.
Abu pun bergegas meninggalkan
warung dan pulang kerumah mengendarai sepeda motornya. Sesampai di rumah ibu
pun bertanya kepadanya
‘’bagaimana nak, bertemu dengan para pemain topeng monyet tersebut?”
‘’ketemu sih bu, tapi justru mereka akan menghentikan pertunjukkan
mereka jika abu bersedia membeli perlengkapan mereka bersama si monyet dengan
harga 2,5 juta rupiah bu” balas Abu kesal”
‘’mereka serius nak akan menjualnya?’’
‘’kayaknya seperti itu bu, karena salah satu dari mereka memberikan
kartu nama dan nomor hp yang bisa di hubungi bu”
‘’sudahlah nak, sebaiknya kamu mandi dulu hari sudah sore dan sebentar
lagi sudah masuk waktunya sholat magrib’’
‘’iya bu, jawab abu lemas”
Setelah menunai sholat magrib dan
makan malam abu kembali berfikir sambil merebahkan badannya di atas tempat
tidur. Hingga akhirnya ia mendapatkan ide untuk membuka celengan ayamnya yang tak lain merupakan sisa
dari uang jajan sekolah yang ia simpan selama satu tahun terakhir. Ia pun
bergegas keluar dari kamar dan menemui ibunya untuk meminta izin membuka
celengan tersebut. Pada mulanya ibunda nya tidak menyetujui Abu untuk membuka
celengan tersebut dengan alasan uang itu
kelak akan di gunakan untuk menambah biaya sekolah Abu ke tingkat SLTA . Hingga akhirnya ibundanya merestui niat baik
abu.
Pada malam itu juga abu mecahkan
celengan ayamnya dengan di bantu ibunya
ia mengumpulkan setiap lembaran-lembaran uang dan koin-koin yang
terberai di atas lantai. Setelah dihitung-hitung uang dari hasil celengan
tersebut hanya mencapai lima ratus ribuan;
‘’bagaimana bu uang nya hanya sekitar lima ratus ribuan?’’ Tanya abu
pada ibunya”
‘’kita sudah berusaha nak, coba saja kamu bicarakan kepada mereka
perihal kita hanya memiliki uang sejumlah itu! bujuk ibu pada Abu”
‘’tapi bu, inikan sangat jauh dari harga yang mereka tetapkan! lirih
abu”
‘’mau di apakan lagi nak, sayang ayah mu sedang berada di luar kota dan
seminggu lagi baru pulang, bagaimana kalau kita menunggu ayah mu saja tentu ia
bisa memecahkan permasalahan ini! jawab ibu”
‘’Abu merasa kasihan dengan si monyet itu bu jika harus menunggu selama
itu, besok pagi pada saat sekolah nanti Abu coba bicarakan dengan teman-teman abu di sekolah
kali-kali saja mereka mau sedikit membantu bu! balas Abu”
Esok harinya setelah pulang
sekolah ibunda Abu bertanya kepadanya;
‘’Bagaimana nak apakah
teman-teman mu bersedia membantu?”
‘’Alhamdulillah bu ada beberapa orang teman-teman abu membantu dan
terkumpul uang sekitar seratus ribu jadi uang yang terkumpul sekitar enam ratus
ribu, mungkin sore ini secepatnya abu akan menelpon nomor yang telah diberikan
kemarin bu” jawab Abu”
‘’ya mudah-mudahan mereka bersedia dengan sejumlah uang tersebut nak’’
‘’amin, bu’’
Setelah menunaikan sholat ashar
Abu mengeluarkan kartu namakecil warna hijau yang telah di berikan pria bertopi
ala mbah surip kepadanya dari dalam dompetnya. Abu memperhatikan kartu nama kecil tersebut secara seksama.
‘’hmmm, ternyata nama abang penarik topeng monyet itu bernama Joko
Sengkono” ungkap Abu dari dalam hati
”ia pun memencet nomor handphone pria ala mbah surip dengan
meminjam handp phone milik ibunya. Nomor yang ia hubungi pun tersambung;
‘’halo, assalamualaikum’’
‘’ya, walaikum salam’’ jawab seorang wanita”
Abu tampak sedikit terkejut
mengapa nomor yang ia hubungi adalah seorang wanita bukan seorang pria
‘’Bisa berbicara dengan abang Joko Sengkono,
ini dari Abu Hurairah’’
‘’maaf, mas Joko sedang sakit? Ada yang bisa
di bantu! balas wanita tersebut’’
‘’maaf bu ini saya bicara dengan siapa? tanya
abu heran”
”Oh ini dengan Istrinya, bilang saja keperluan nya apa nanti saya
sampaikan! jawab istri Joko Sengkono”
Abu menyampaikan keinginannya
perihal akan membeli perangkat topeng monyet berserta monyetnya. Kemudia istri
joko sengkono yang tak lain pria bertopi ala mbah surip berkata;
‘’oh maaf dik monyet tersebut sudah mati”
‘’telah mati bu, bagaimana kejadiannya? balas abu”
‘’ya, kemarin sore sebelum pulang dari pertunjukkan telah terjadi
musibah”
‘’musibah apa bu? balas abu semakin penasaran”
‘’si monyet mengamuk dan tiba-tiba menggigit tepat di tengkuk mas djoko
sengkono dan sulit dilepaskan, lalu kedua temannya panik dengan memukul monyet
tersebut dengan kayu tepat mengenai kepala si monyet hingga akhirnya si monyet mati’’
‘’lalu bagaimana keadaan bang joko bu’’ Tanya Abu”
‘’mas djoko sudah sedikit membaik setelah di bawa berobat di Puskesmas,
kami khwatir sisa gigitan tersebut bisa menimbulkan penyakit”
‘’ya sudahlah bu, salam saja untuk mas joko semoga cepat sembuh” balas
abu
‘’ya nanti saya sampaikan kepada mas joko’’
Abu bergegas menemui ibunya dan
menceritakan perihal yang terjadi terhadap joko sengkono atau tak lain pria
bertopi ala mbah surip. Abu pun berkata kepada ibunya;
‘’kasihan ya bu nasib dari monyet tersebut dan abang penarik topeng
monyet itu”
‘’sudahlah nak yang penting Abu harus rajin beribadah kepada Allah dan
rajin belajar, dan mengambil hikmah atas kejadian tersebut! jawab sang ibu”
Kemudian ibunda abu memeluk anak
kesayangannya dan bangga terhadap prilaku anaknya yang mencoba melawan gemuruh
prilaku sumbang dengan sebuah tindakan nyata.